Analisis Leksikal Bahasa Politik Di Media Massa Koran Berita Kota


Muhammad Noval
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

I.       Pembukaan
Dalam dunia politik bahasa merupakan alat yang paling ampuh untuk menyampaikan ide atau aspirasi para politikus kepada masyarakat. Biasanya para elit politik menggunakan bahasa yang dikemas sedemikian rupa sehingga terlihat yang tampaknya menjadi kepentingan bersama padahal ucapannya itu hanya untuk kepentingan pribadi atau kalangan tertentu saja. Tanpa sadar masyarakat sering terbawa oleh perkataan yang dituturkan para elit politik. Masyarakat kini umumnya kurang paham akan permainan kata-kata para elit politik. Secara bawah sadar masyarakat mengikuti cara pandang yang disampaikan oleh para elite politik itu. Bahkan, masyarakat begitu saja menerima cara pandang elit politik itu sebagai sebuah kebenaran tanpa pernah mengkritisi cara pandang itu. Bahasa politik memang mempunyai arti yang luas bila ditelaah secara teliti. Bahasa politik biasanya digunakan oleh penguasa untuk mengaburkan makna yang terkandung dalam kalimat yang disampaikan kepada masyarakat. Hal ini yang disebut dengan istilah Eufimisme. Seperti pada kasus menghindari dari tudingan kalau pemerintah ingin menaikkan tarif, jadi mereka menggunakan istilah “penyesuaian tarif”.
Bahasa politik yang dikemukakan oleh penguasa disampaikan kepada masyarakat melalui media massa. Dengan menggunakan media massa diharapkan informasi akan meluas, baik dalam segi pembacanya maupun ruang lingkup jangkauannya.Peran wartawan sangat diperlukan dalam menjembatani informasi yang diucapkan penguasa untuk disampaikan kepada masyarakat. Dalam hal ini wartawan tidak harus menyalin semuanya apa yang telah disampaikan oleh penguasa, tetapi sebaiknya menyaring terlebih dahulu dengan menggunakan kata-kata yang lebih sederhana tanpa mengubah arti yang dimaksudkan. Seperti uraian Saya diatas makalah ini akan mengkaji tentang bahasa politik melalui ilmu semantik. Akan tetapi makalah ini tidak mengkaji secara menyeluruh, hanya makna leksikal yang terkandung dibalik kata yang dipaparkan di media cetak.


II.    Landasan Teoritis
Semantik adalah kata serapan dari bahasa Inggris semantics. Dari bahasa Yunani sema (nomina) ‘tanda’: atau dari verba samaino ‘menandai’, ‘berarti’. Jadi dari istilah tersebut para pakar bahasa menyebutkan dahwa kalau semantik adalah bagian ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna. Dalam buku An Inroduction To Language 7th Edition menyatakan pengertian semantik. Semantics is the study of the linguistic meaning,  morphemes, words, phrases, and sentences. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan dari setiap satuan bahasa terkecil yakni morfem sampai kalimat mempunyai makna tersendiri. Kemudian dalam paper ini saya hanya akan memfokuskan pembahasan masalah makna leksikal bahasa politik dalam media cetak.
Apa itu leksikal ? Leksikal adalah bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon (vocabulary, kosa kata, perbendaharaan kata) dan satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan kata yang bermakna (Chaer, 2002). Jika leksikon disamakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem juga bisa disamakan dengan kata. Dan menurut para ahli, salah satunya Lyons (1995) berpendapat bahwaThe noun ‘lexeme’ is of course related to the words ‘lexical’ and ‘lexicon’, (we can think of ‘lexicon’ as having the same meaning as vocabulary or dictionary. Leksem adalah istilah-istilah yang lazim digunakan dalam studi semantik untuk menyebutkan satuan bahasa bermakna.Kemudian pengertian yang saya dapat dari website Wikipedia, semantik leksikal adalah cabang semantik yang menyelidiki makna unsur-unsur kosakata suatu bahasa secara umum sebagai satuan mandiri tanpa memandang posisinya dalam kalimat. (Halaman ini terakhir diubah pada 16.40, 24 Maret 2012). Dalam pendapat lain makna leksikal berarti makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dll; makna leksikal ini memiliki unsur bahasa tersendiri terlepas dari konteks sebuah kalimat atau sebuah paragraf.Makna leksikal secara umum dapat dikelompokkan kedalam dua golongan besar, yakni makna dasar dan makna perluasan.Makna leksikal biasanya besifat tetap menurut apa yang ada di kamus. Meskipun demikian, bukan berarti jika kita menganalisis satuan makna leksikal harus mengambil maknanya dari kamus bisa jadi kata itu mempunyai makna yang berbeda dari yang ada di kamus.
Jadi dapat dikatakan jika menganalisis makna satuan leksikal dalam sebuah wacana atau artikel maka yang harus menjadi acuan adalah kamus. Kemudian barulah kita menguji kata itu apakah kata itu mempunyai makna yang sesuai dengan yang ada di kamus atau malah kata itu hanyalah sebagai pembungkus dari makna yang sebenarnya tersembunyi dibalik kata itu.

III.   Isi Analisis
Dalam makalah ini saya akan mengkaji tentang makna sebuah satuan kata (leksikal) yang ada di sebuah artikel media cetak (koran). Sumber media cetak diambil berbentuk artikel pendek berisi enam paragraf yang berjudul “Kampanye SARA Bakal Jadi Bumerang” dalam koran Berita Kota edisi Kamis, 6 September 2012 nomor 213 tahun ketiga halaman ke-2. Artikel tersebut berisi tentang permasalahan yang terjadi pada Pemilukada DKI Jakarta 2012. Data yang dibahas disusun tidak secara alfabetis melainkan dimulai dari paragraf pertama sampai paragraf terakhir serta menggunkan petunjuk (paragraf:baris). Kemudian dalam setiap data yang ditemukan saya akan menganalisis menjadi dua bagian, yakni analisis berdasarkan makna yang tercantum di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dan pembahasan makna atau maksud digunakannya kata tersebut pada kalimat dalam artikel tersebut. Berdasarkan artikel tersebut saya telah menemukan lima buah kata yang mengandung makana tersendiri di dalam kalimat tersebut.

1.      Bumerang
“Kampanye dengan menggunakan isu Suku Agama Ras dan Antargolongan (SARA) dalam pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) DKI putaran II menjadi bumerang.” (1:3)
a.       Analisis Kata
Kata bumerang mempunyai dua makna yaitu (1) senjata lempar berbentuk lengkung dari kayu yang digunakan oleh penduduk asli Australia, yang dapat kembali kepada pelemparnya jika tidak mengenai sasaran;(2) perkataan (perbuatan, ulah, peraturan, dan sebagainya) yang dapat merugikan atau mencelakakan diri sendiri. (KBBI, 1998:136).
Berdasarkan makna di atas, ciri-ciri semantis kata bumerang dapat diungkapkan sebagai berikut:
Bumerang
+ nomina
+ sebuah senjata
+ biasanya terbuat dari rotan
+ bisa berbalik kepada si pengguna

b.      Pembahasan Makna
Dalam hal ini media massa menggunakan kata bumerang sebagai perumpaaan pada artikel dalam kalimat tersebut. Makna asalnya adalah sebuah alat yang digunakan dengan cara dilempar sebagai senjata yang bisa menyerang balik si pengguna senjata tersebut.Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia kata tersebut telah mempunyai dua arti, pertama berarti sebuah benda yang dipakai sebagai senjata dan yang kedua berarti sebuah ucapan yang dapat merugikan si pengucap. Hal ini menjadikan kata bumerang sebagai kata yang lazim digunakan dalam media massa karena kata itu telah mempunyai makna tersendiri selain dari makna yang asal. Bumerang yang asalnya sebagai senjata yang digunakan oleh suku Aborigin ini mengalami perluasan makna karena mempunyai kesamaan dari sifat yang dimiliki oleh senjata ini yakni jika dilemparkan selalu kembali lagi kepada si pelempar. Dengan demikian banyak orang sering menggunakan kata ini, begitu juga dengan media massa yang lazim menggunakan kata ini untuk mempermudah penyampaian maksud yang ingin disampaikan. Artinya dalam sebuah wacana saat ini yang menggunakan kata bumerang pasti bermakna ucapan atau ulah seseorang yang dapat menyerang kembali kepadanya.

2.      Menghalalkan
“Maraknya hembusan bernuansa SARA termasuk pembiaran saat putaran kedua Pemilukada DKI dianggap sejumlah pihak sebagai upaya menghalalkan segala cara.”(2:1)
a.       Analisis Kata
Kata dasarpada data di atas adalah halal yang mempunyai arti (1) diizinkan (tidak dilarang oleh syarak): (2) (yang diperoleh atau diperbuat dengan) sah: (3) izin; ampun.(KBBI, 1998:293)
Pada data di atas terdapat 2 imbuhan, yakni me-kan yang mengiringi kata dasar data tersebut yaitu menjadi menghalalkan yang berarti (1) menyatakan atau menganggap halal: (2) merelakan; menganggap lunas (utang dan sebagainya). (KBBI, 1998:293)
Berdasarkan makna di atas, ciri-ciri semantis kata menghalalkan dapat diungkapkan sebagai berikut:
Menghalalkan
+ verba
+ merupakan cara
+ menjadikan sah
+ menganggap selesai

b.      Pembahasan Makna
Halal merupakan salah satu kata serapan yang diserap secara langsung dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia dengan tanpa mengubah pengucapan kata itu sendiri. Biasanya kata menghalalkan digunakan untuk menyatakkan suatu hal yang aman, sah dan legal, ditujukan kepada makanan, minuman atau sesuatu yang tidak mengandung unsur keharaman. Dari data di atas menghalalkan bermakna menggunakan cara yang legal dan sah dalam melakukan suatu tindakan. Dari data di atas kata menghalalkan berarti sebuah cara agar dapat diizinkan atau diperbolehkan untuk digunakan selama pemilukada DKI Jakarta berlangsung demi terpilihnya calon pemenang dari pihak yang terkait.Saya berpendapat bahwa media massa mencoba memberikan variasi kata yang berbeda dengan memilih kata menghalalkan untuk menyampaikan maksud dari kalimat pada artikel tersebut, yakni mengesahkan cara yang ditempuh agar pihak tertentu itu dapat memenangkan pemilukada DKI Jakarta.

3.      Mencederai
“Situasi ini dianggap mencederai demokrasi.”(3:5)
a.       Analisis Kata
Asal kata dari data di atas adalah cedera yang berarti (1) cacat (luka) sedikit: (2) ada cacatnya; rusak; (3) merana (karena berpenyakitan dan sebagainya); (4) rugi; (KBBI, 1998:155). Kemudian mendapat imbuhan me-I menjadi mencederai yang berarti menyebabkan cedera; melukai.(KBBI, 1998:155).
Berdasarkan makna di atas, ciri-ciri semantis kata mencederai dapat diungkapkan sebagai berikut:
Mencederai
+ verba
+ merupakan proses
+ dilakukan oleh manusia
+ membuat kerusakkan
+ menimbulkan sakit
+ terlihat secara jelas atau kasad mata

b.      Pembahasan Makna
Pada dasarnya mencederai adalah suatu tindakan yang dilakukan seseorang dengan menyakiti atau melukai yang biasanya kata itu digunakan dalam pertandingan olah raga terutama sepak bola. Misalkan, pemain itu mencederai lawannya dengan menendangkan kaki ke arah perutnya hingga terjadi luka serius dan mengeluarkan darah. Tetapi pada data di atas yang sebagai subjek bukanlah seorang manusia tetapi sebuah situasi yang menjadi subjek dan yang menjadi objek pun juga bukan seorang manusia melainkan demokrasi yang menjadi objeknya. Sehingga dalam data tersebut tidak bisa dimaknai secara harfiah karena akibat dari itu tidak bisa langsung dilihat secara kasad mata melainkan hanya dapat dipahami. Secara harfiah demokrasi tidak terluka dan tidak merasakan sakit akibat dari perbuatan itu. Tetapi secara makna adalah situasi yang sedang berlangsung saat itu telah merusak tatanan demokrasi yang berada di negeri ini. Dengan demikian, kata mencederai sangat cocok dalam menyampaikan bahwa demokrasi telah rusak akibat dari situasi terkait pembiaran isu SARA dalam pemilukada DKI Jakarta.

4.      Panas
“Situasi dianggap semakin panas setelah Marzuki Alie, Ketua DPR itu mendukung dipakainya SARA dalam pemilukada.” (4:1)
a.       Analisis Kata
Panas mempunyai arti (1) hangat sekali, lawan dingin: (2) kemarau (musim): (3) demam (suhu badannya lebih tinggi dari pada biasa): (4) terasa seperti terbakar atau terasa dekat dengan api; bersuhu relatif tinggi: (5) gerah: (6) sangat iri; sakit hati: (7) genting sekali; berbahaya (mungkin pecah perang): (8) berpengaruh buruk (tentang uang yang mudah memperolehnya, tetapi mudah juga menghabiskannya, uang pinjaman dengan bunga besar, dan sebagainya. (KBBI, 1998:641)
Berdasarkan makna di atas, ciri-ciri semantis kata panas dapat diungkapkan sebagai berikut:
Panas
+ ajektif
+ dikenakan pada benda, suhu atau sesuatu yang bisa dirasakan
+ terasa seperti terbakar
+ mempunyai pengaruh buruk

b.      Pembahasan Makna
Kata panas digunakan pada benda atau sesuatu yang dapat dirasakan seperti misalnya kompor, air, cuaca dan yang lainnya. Tetapi dalam makna yang terdapat pada data di atas kata panas mempunyai makna yakni kacau, rumit dan mempunyai tingkat emosi yang tinggi dan ditujukkan kepada situasi pada saat Marzuki Alie mendukung dipakainya isu SARA dalam pemilukada DKI Jakarta. Bukan situasi yang secara harfiah tiba-tiba menjadi panas, gerah atau tidak dingin. Artinya situasi pada saat itu menjadi kacau, genting atau berbahaya mengingat ketua DPR itu menyetujui digunakannya isu tersebut dalam proses pemilukada DKI Jakarta. Jadi kata panas sering digunakan oleh orang banyak dan di sinimedia massa juga menggunakannya untuk mengumpamakan gambaran situasi yang sedang kacau, genting atau berbahaya.

5.      Bersih
“Usman menyatakan, warga DKI menginginkan Pemilukada DKI bersih dengan menceritakan tentang tiga spanduk...” (5:1)
a.       Analisis Kata
Kata bersih dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,1998:109) mempunyai beberapa arti yakni (1) bebas dari kotoran, (2) bening tidak keruh (tentang air), tidak berawan (tentang langit),  (3) tidak tercemar (terkena kotoran); (4) tulus, ikhlas; (5) tidak bernoda, suci; (6) tidak bercampur dengan unsur atau zat lain, tulen, asli; (7) jelas dan rapi; (8) neto (pendapatan, berat, isi, dan sebagainya sesudah diambil biaya-biaya, pembungkus, dan sebagainya). Dalam kalimat di atas bermakna kiasan karena digunakan untuk menyatakan keadaan yang diinginkan oleh masyarakat pada Pemilukada DKI.
Berdasarkan makna di atas, ciri-ciri semantis kata bersih dapat diungkapkan sebagai berikut.
Bersih
+ ajektif
+ dikenakan pada benda konkret dan mati
+ bebas dari noda
+ masih asli, tulen
+ tidak bercampur dengan zat lain
+ berkaitan dengan kesucian

b.      Pembahasan Makna
Berdasarkan data di atas kata bersih bermakna kiasan karena digunakan untuk menyatakan kondisi pemilukada DKI Jakarta. Hal ini berarti penggunaan kata di atas bermakna kiasan karena kata bersih yang biasa dikenakan pada benda konkret seperti pakaian, dikenakan pada benda abstrak, yaitu pemilukada DKI Jakarta. Karakteristik semantik yang paling menonjol dari kata bersih adalah bebas dari noda. Karakteristik inilah yang dipersamakan dengan pemilukada DKI Jakarta yang diinginkan oleh masyarakat.Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya penyebaran isu SARA yang terjadi selama pemilukada tersebut. Dalam menggunakan kata bersih biasanya dikenakan pada benda konkret dan mati, seperti air, pakaian, lantai dan yang lainnya, tetapi pada data di atas dikenakan pada suatu keadaan atau suasana bukan ditujukan kepada suatu benda konkret dan mati. Artinya, sebelum dan selama berlangsungnya Pemilukada tidak ada aksi-aksi atau tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh para calon, tim sukses, atau bahkan dari pihak penyelenggara itu sendiri. Dengan demikian, Pemilukada dapat dikatakan bersih jika tidak ada hal-hal buruk sebelum dan selama Pemilukada juga tanpa adanya pihak-pihak yang ikut campur dan memberikan kesan buruk baik disengaja maupun tidak sengaja selama itu berlangsung.

IV.   Kesimpulan
Berdasarkan data penelitian, analisis, dan pembahasan yang telah dipaparkan di atas, dapat ditarik beberapa simpulan seperti yang dikemukakan di bawah ini.
Bahasa politik sebagai data penelitian yang terdapat pada koran Berita Kota. Dari kelima data yang diambil bentuk kata tersebut satu buah berbentuk nomina (kata benda), dua buah berbentuk verba (kata kerja) dan dua buah berbentuk ajektif (kata sifat). Hasil analisis dan pembahasan menunjukkan bahwa kata-kata dalam ragam bahasa politik sebagian besar maknanya merujuk pada makna kamus. Makna kamus yang dimaksudkan adalah makna leksikalnya. Media massa menggunakan kata yang lebih sederhana dalam penyampaian kepada masyarakat luas.
Tujuan penggunaan bahasa politik dalam media cetak (Berita Kota) adalah mensederhanakan suatu kata yang terdapat dalam kalimat untuk disebarluaskan kepada masyarakat danmemberikan bentuk yang lebih sedikit dan sederhana dalam menyampaikan maksud. Di samping itu, ada juga yang bertujuan untuk variasi kalimat yang sekaligus untuk penguatan.
Berdasarkan uraian diatas, kita dapat melihat kalau bahasa politik yang digunakan oleh media massa sudah sesuai dengan makna sebenarnya yang berada di dalam kamus akan tetapi media massa juga harus jeli dalam memilih kata yang tepat dalam menyampaikan informasi yang diterima dari narasumber. Jangan mengubah kata-kata dengan makna yang berbeda agar tidak terjadi kebingungan publik akan hal yang telah disampaikan oleh pemerintah kepada masyarakat melalui media massa.  Bahasa media cetak harus singkat, sederhana, dan jelas agar mudah dipahami oleh pembaca yang memiliki tingkat intelektual yang beragam. Oleh karena itu, para wartawan dituntut berperan aktif dalam mengemas berita atau informasi yang akan dipublikasikan. Untuk menghindari terjadinya penyimpangan dalam menciptakan bahasa yang komunikatif, kontribusi para pakar bahasa sangat diharapkan untuk memberikan masukan atau kritik yang membangun terhadap penggunaan bahasa dalam surat kabar, khususnya untuk ragam bahasa politik yang dituturkan oleh para penguasa atau pejabat yang akan dipublikasikan lewat media massa.

V.    Referensi
Daniel, Jos Parera. 2004. Teori Semantik Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Djajasudarma, T. Fatimah. 1999. Semantik 1 dan 2 Pengantar Ke Arah Ilmu Makna. Bandung: PT. Refika Aditama.
Fromkin, Victoria. Rodman, Robert, Hyams, Nina. 2002. An Introduction to Language, Seventh Edition. Boston: Heinle.

Malmkjer, Kirsten (Ed.). 2002. The Linguistics Encyclopedia Second Edition. New York: Routledge.

Semantik Leksikal. Wikipedia. (24 Maret 2012). Diterima dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Semantik_leksikal


Sutyani, Atik. (29 Juni 2012). Analisis Aspek Gramatikal dan Leksikal Wacana:"Analisis Wacana “Jurang saya Amba lan Jero” pada Rubrik Pangudarasa Panjebar Semangat" [Web log post]. Diterima dari

http://anisurya20.blogspot.com/2012/06/analisis-aspek-gramatikal-dan-leksikal.html

 

Teori Leksikal. Bentuk PDF. Diterima dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26446/4/Chapter%20II.pdf

 

Koran Berita Kota terbit hari Kamis, 6 September 2012 nomor 213 tahun ketiga halaman 2.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Tata Bahasa Kasus (Case Grammar)

Perbedaan Bahasa antara Jawa Indonesia dan Jawa Suriname”

CINTA-MU SELUAS SAMUDRA KARYA GOLA-GONG