Quran text in analysis


Dewi Afriyanti
1110026000023
English Letters Department – 5 B
Final Test – General Linguistics 2
Tema : Language and Religion
Interprestasi Linguistik dalam Bahasa Al-Qur’an
        I.            Pendahuluan
Al-Qur’an adalah wahyu dari Allah SWT.yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui Malaikat Jibril dan merupakan kitab suci agama Islam. Al-Qur’an memiliki peranan yang sangat besar dalam kehidupan umat manusia. Bukan hanya diperuntukan bagi manusia saja, bahkan makhluk selain manusia pun merasakan arti penting akan kehadiran al-Qur’an. Al-Qur’an ditulis dengan menggunakan bahasa Arab. Penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an bukan tanpa alasan, bahasa Arab bagian dari rumpun bahasa yang besar yaitu rumpun bahasa Samiyah (Semit), yang terbagi menjadi Syarqiyah (Timur) dan Gharbiyah (Barat), Syamiyah Gharbiyah dibagi lagi menjadi Gharbiyah Syimaliah dan Gharbiyah Janubiyah, sedangkan Syamiyah Syarqiyah dibagi menjadi Akadiyah dengan cabangnya yaitu Babiliyah (Babiloni) dan Asy-Syuriyah (Suriah). Dari jalur Gharbiyah Janubiyah inilah lahir bangsa Arab dan Habasyah.
Sejak munculnya Islam dan wahyu dari allah SWT. berupa Al-Qur’an pada awal abad ketujuh, kitab suci Muslim ini telah menjadi subyek dari banyaknya studi analisis yang luas. Fokus dari sebagian besar studi ini meliputi aspek teologis dan legislatif dari kitab suci al-Qur’an. Al-Qur’an memberikan panduan rinci kepada setiap Muslim tentang masalah sehari-hari. Bersamaan dengan perkataan, perbuatan dan rekomendasi dari Nabi Muhammad SAW, al-Qur’an telah menjadi sumber utama dari otoritas hukum bagi umat Islam selama empat belas tahun yang lalu. Namun, aspek lain dari al-Qur’an yang telah mendapat perhatian jauh dari sekedar pandangan teologis dan legislatif adalah signifikansi linguistiknya. Al-Qur’an merupakan buku pertama berbahasa arab yang tidak diragukan lagi dari segi linguistiknya. Dengan melihat kandungan yang terdapat dalam ayat-ayatnya membuat al-Qur’an memiliki keindahan bahasa yang tidak tertandingi. Di dalam makalah ini penulis mencoba untuk mencari tahu tentang peranan linguistik dalam kajian al-Qur’an. 
      II.            Landasan Teoritis
(dewantara, 2012) Linguistik adalah ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya (Chaer, 2007:6; Pateda, 1991:15). Parera (1991:20) mengatakan bahwa linguistik merupakan satu ilmu yang otonom dan menggunakan metode-metode ilmiah. Teori linguistik terapan merupakan cabang linguistik yang memusatkan perhatian pada teori umum dan metode-metode umum dalam penelitian bahasa. Pengertian bahasa secara umum dapat didefinisikan sebagai lambang. Pengertian lain dari bahasa adalah alat komunikasi yang berupa sistem lambang yang dihasilkan oleh alat ucap pada manusia. Ibnu Jinni, seorang linguis Arab mendefinisikan bahasa sebagai bunyi yang digunakan oleh setiap kaum untuk menyampaikan maksudnya. Bunyi-bunyi bahasa menurut Plato secara implisit mengandung makna-makna tertentu. Kridalaksana sebagaimana yang dikutip oleh Aminuddin mengartikan bahasa sebagai sistem lambang arbitrer yang dipergunakan suatu masyarakat untuk berkerja sama, berinteraksi dan mengindentifikasi diri.
Cabang linguistik bisa terbagi atas fonologi, morfologi, sintaksis, dan Semantik. Menurut tujuan kajiannya linguistik dibagi atas linguistik teoritis dan linguistik terapan. Linguistik teoritis bertujuan untuk mencari atau menemukan teori-teori linguistik belaka sedangkan kajian terapan ditujukan untuk menerapkan kaidah-kaidah linguistik dalam kegiatan praktis seperti pengajaran bahasa, penerjemahan, penyusunan kamus dan sebagainya. Oleh karena itu, linguistik terapan ini bisa diterapkan dalam segala bidang. Salah satunya dapat diterapkan dalam pengkajian al-Qur’an. Untuk lebih mempermudah dalam kajian al-qur’an (penafsiran), maka diperlukan sebuah metode dan tehnik dalam mendekati sebuah ayat yang akan ditafsir sehingga akan didapatkan pemahaman yang utuh terhadap ayat tersebut dengan melihat segala yang terkait dengannya. Inilah yang kemudian dikenal dengan istilah “tehnik intepretasi” dalam metodologi pengkajian tafsir yang meliputi: Interpretasi tekstual, interpretasi linguistik, interpretasi sistemik, interpretasi sosio-historis, interpretasi teleologis, interpretasi cultural, interpretasi logis dan interpretasi ganda. (salim, 1999) Sehubungan dengan tema kajian penulis yang menguraian persoalan kebahasaan, maka salah satu dari tehnik interpretasi yang telah disebutkan di atas yakni “Interpretasi Linguistik pada unsur gramatikal” yang akan penulis ketengahkan pembahasannya, sebab satu hal yang sangat mendasar pada saat mulai mendekati sebuah ayat adalah bagaimana memberikan pemaknaan terhadap lafazh yang ada dengan melihat segala keterkaitannya, mulai dari huruf yang menyertainya, lafazh lain yang menjadi pelengkap sampai kedudukan lafazh tersebut dalam sebuah kalimat. Dari sini nantinnya akan ditentukan apakah ia bermakna majazi atau haqiqi. Tehnik Interpretasi Linguistik sebagai sebuah cara untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan menggunakan kaedah-kaedah kebahasaan (salim, konsepsi kekuasaan politik dalam al-qur'an , 1994) meliputi unsur-unsur dalam ilmu linguistic itu sendiri, yakni: semantic etimologis, morfologis, leksikal, gramatikal dan semantic retorikal. Dasar penggunaan penggunaannya dipahami dari QS. Yusuf (12): 2 yang artinya : Sesungguhnya kami  telah menurunkannya (al-Qur’an) sebagai bacaan berbahasa Arab agar kalian berakal/memahaminya.  Makna yang serupa dengan ini juga Allah jelaskan dalam surat-surat: al-Ra’d: 37, al-Nahl:103, al-Syu’ara: 195, Thaha: 113, al-Zumar: 128, Fushshilat: 3, al-Syura: 7, al-Zukhruf: 3, dan al-Ahqaf: 12.
Berdasarkan kenyataan itu, maka sangat masuk akal bila penguasaan bahasa Arab dijadikan salah satu kriteria dalam memahami Al-Qur’an. Allah swt telah memberikan keberkahan kepada bangsa Arab dengan diutusnya seorang nabi yang membawa risalah agama Islam, dengan al-Qur’an sebagai kitab sucinya sehingga dengan demikian secara otomatis bahasa Arab menjadi bahasa pengantar al-Qur’an. Dengan tersebarnya agama Islam keseluruh dunia menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa yang dipelajari dan diajarkan dengan tujuan untuk dapat memahami al-Qur’an lebih mendalam.



    III.            Data Analisis

Dalam makalah ini penulis menganalisis beberapa interpretasi dengan mengambil data dari beberapa surat pendek dalam al-Qur’an dan beberapa potongan ayat, seperti :
·         Interpretasi Etimologis : QS. Al-Alaq(96):1, QS. Al-Fatihah(1):2, QS. al-Naziat (79): 37-39, QS. Yusuf (12): 91
·         Interpretasi Morfologis : QS. al-Fatihah(1):3, QS. al-Isra(17):71, QS. Yaasiin(36):12
·         Interpretasi Lexical : analisis kata قرأ
·         Interpretasi Sintaksis (gramatikal) : QS. Faathir(35):28
·         Interpretasi Retorikal : QS. Yaasiin(36): 14 dan 16

   IV.            Analisis

1.      Interpretasi Etimologis
Secara umum semantik adalah cabang linguistik yang membahas arti dan makna, (J.M.W, 1999) dan semantik etimilogis sebagaiamana dimaksud dalam tulisan ini adalah ilmu yang membahas aspek arti dari struktur huruf dasar bahasa Arab, atau dalam pengertian lain pengetahuan yang mengkaji akar kata bahasa Arab. Ilmu ini dikenal pula dengan istilah Fiqh al-Lughah. Sebagai contoh dalam Qs. Al-Alaq (96): 1:
bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan”.

Untuk menafsirkan kata “iqra’ ” dalam penggalan ayat di atas secara etimologi harus kembali pada pengertian bahasa dari iqra’ itu, yang berarti bacalah. Kata ini berakar kata dengan huruf-huruf , ر ق , dan ا yang bermakna menghimpun. Karena itu kata عرف yang bermakna “membaca” secara etimologis bermakna “menghimpun informasi”.( Muin Salim, Metodologi…..loc.cit) Dengan demikian, maksud dari ayat tersebut adalah perintah kepada seseorang untuk menghimpun ayat-ayat sang pencipta. Contoh lainnya ketika al-Shabuniy menafsirkan kata “rabb” dalam QS. al-Fatihah: 2:
  
segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Dalam tafsirannya terhadap surah al-Fatihah, utamanya ayat kedua di atas, al-Shabuniy mendefinisikan kata “rabb” dengan melihat pengertian etimologinya yakni merupakan masdar yang bermakna al-tarbiyyah (pendidikan). (Muhammad 'Ali al-Shabuni, 1980) Begitupun terhadap ayat lain yang dianalisa satu-persatu, walaupun tidak semua ayat tersebut ditafsir berdasar makna etimologisnya. Begitu pula ketika Bint al-Syathi’ menelusuri arti linguistik dari kata “atsar” dalam QS. al-Naziat (79): 37-39
37. Adapun orang yang melampaui batas,
38. dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,
39. Maka Sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya).
Bint al-Syathi’ mengatakan bahwa kata al-atsar menurut bahasa adalah sisa sesuatu. Al-atsarah al-mukramah tabqa (sisa yang baik dan kekal) dan al-Baqiyyah min al-ilmi tu’tsar (sisa dari ilmu diikuti). Al-Atsr adalah cirri sebahagian kuku unta yang jejaknya diikuti, yakni apa yang tertinggal dari tandanya. Wa atsara fihi ta’tsiran (dia meninggalkan bekas yang kekal padanya) sementara al-itsar diartikan dengan melebihkan dan mengutamakan (al-tafdhili), sebagaimana disyaratkan dalam QS. Yusuf (12): 91
 mereka berkata: "Demi Allah, Sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas Kami, dan Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)". (al-Syathi', 1968)
2.      Interpretasi Morfologis
Morfologi adalah ilmu yang mempelajari pembentukan kata, yang menyangkut struktur internal kata. Seperti kata “tertidur” yang terdiri dari dua morfem, yakni “ter” dan tidur” atau dalam definisi yang lain ilmu yang membahas perubahan struktur bunyi bahasa sebab penambahan atau pengurangan huruf bahkan perubahan bunyi mempengaruhi makana kata. Dalam bahasa Arab morfologi ini menjadi ilmu tersendiri yakni ilm al-Sharf. Ilm al-Sharf mempelajari perubahan bentuk-bentuk kata yang disesuaikan dengan wazan-nya. Di samping itu, dengan sharf dapat ditunjukkan bahwa perubahan bentuk itu membawa perubahan fungsi dan arti kata sehubungan dengan penggunaannya dalam kalimat.

Dalam QS. al-Fatihah(3):
 Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Kata al-Rahman al-Rahim bila ditinjau secara etimologis berasal dari akar kata رحميرحم , tetapi karena mengalami perubahan bentuk kata, meluas dari arti morfologisnya kata rahima akhirnya menjadi rahman dan rahim yang dinisbahkan kepada sifat Allah swt. al-Rahman-Nya Allah- sebagaimana dikutip al-Suyuthi dari Ibn abi Hatim – berlaku untuk semua makhluk sedangkan al-rahim-Nya dikhususkan untuk orang-orang mukmin saja. (al-Suyuthi, 1983) Contoh yang lain kata امـام dalam QS. al-Isra ayat 71:
  (ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan Barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya Maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.

Ayat ini menjelaskan bahwa di akhirat kelak manusia akan dipanggil melalui imam mereka. Menurut al-Zamakhsyari, kata imam dalam ayat ini berarti sesuatu yang dijadikan imam (pemimpin) oleh orang yang bersangkutan seperti Nabi, pemimpin agama, kitab atau agama.[9] Sementara al-Maraghi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan imam adalah kitab catatan amal seseorang selama hidup di dunia. (Musthafa, 1974).Pendapat ini didasarkannya pada firman Allah dalam QS. Yasin : 12:
 
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).

Dari uraian tersebut terlihat dengan jelas baik oleh al-Zamkhsyari, seorang tokoh mufassir abad klasik, maupun al-Maraghi, mufassir kontemporer, tidak mengatakan bahwa kata imam dalam ayat itu jamak dari kata “أم” yang berarti ibu, sebab ada pendapat – sebagaimana diungkapkan oleh al-Zamakhsyari – yang mengatakan bahwa إمام tersebut adalah jamak dari kata أم, sehingga ayat tersebut berkonotasi bahwa di akhirat kelak setiap manusia akan dipanggil melalui nama ibunya. Hikmah dalam memanggil mereka dengan cara seperti itu ialah unruk mrnghormati Nabi Isa as, menyatakan kemuiaan Hasan dan Husain serta untuk tidak mempermalukan anak zina.( al-Zamakhsyari, loc. Cit.) Jika dilihat dari sudut morfologis nyatalah bahwa tafsiran seperti itu sangat jauh dari kaedah saraf yang berlaku sejak dulu sampai sekarang. Tidak dijumpai dalam kamus-kamus bahasa Arab kata إمام adalah jamak dari kata أم dan tidak pula dijumpai pemakaian serupa itu dalam kitab-kitab berbahasa Arab.



3.      Interpretasi Lexical
Leksikal adalah istilah dalam linguistic yang bersangkutan dengan kosa kata (mufradat). Ada pula istilah leksikon yang berarti kosa kata atau daftar istilh dalam suatu bidang disusun menurut abjad dan dilengkapi dengan keterangannya. (Kebudayaan, 1996) Interpretasi leksikal yang dimaksudkan disini adalah makna yang diperoleh dari kamus bahasa. (Abd. Muin Salim, Metodologi…..loc.cit.) Atau menafsirkan kosa kata al-Qur’an dengan menggunakan makna-makna menurut sistem entri dalam kamus bahasa.

4.      Interpretasi Sintaksis (Gramatikal)
Sintaksis adalah cabang linguistik yang menyangkut susunan kata-kata di dalam kalimat. Sintaksis atau gramatikal ini harus sesuai dengan tata bahasa karena berurusan dengan struktur antar-kata. Kalau morfologis menyangkut struktur internal kata, maka sintaksis ini menyangkut struktur eksternal. Dalam bahasa Arab, makna sintaksis (gramatikal) ini dikenal dengan ilmu nahwi, yang pembahasannya terfokus pada kedudukan frasa dan kausa.
Untuk memahami kaedah-kaedah ilmu nahwu (gramatikal) yang terdapat dalam Alquran itu memang agaklah sulit, karena ayat-ayat itu adalah kalam Allah yang mana makna dan kandunannya hanyalah Allah yang lebih mengetahui. Tetapi oleh sebagian mufassir berusaha menafsirkan ayat-ayat tersebut dengan menggunakan pendekatan kebahasaan, dalam hal ini dengan melihat sisi gramatikalnya.
Sebagai contoh: QS. Al-Fatihah:5
  
hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.
Kata إيـاك yang terulang dua kali itu berfungsi sebagai obyek dari kata kerja نعيد dan نستعين Ayat ini mengandung makna bahawa hanya kepada Allah-lah kita menyembah dan kepada-Nya pulalah kita minta pertolongan. Apabila kata إياك ditempatkan sesudah kata kerja tersebut maka penekanan makna serupa itu tidak terasa karena diungkapkan dalam bertuk biasa: aku menyembahmu dan aku minta tolong kepada-Mu. (Beirut: dar al-Kutub, 1995), h. 61) Dalam uraian di atas, tampak dengan jelas bahwa perbedaan struktur kata dalam suatu kalimat dan berlainan jabatan yang didudukinya dapat mengakibatkan perubahan makna yang besar.
5.      Interpretasi Retorikal
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia retorika berarti studi tentang pemakaian bahasa secara efektif dalam karang-mengarang (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit, h. 839) dan bahasa efektif dengan ungkapan (uslub) nan indah. Interpretasi Retorikal yang dimaksudkan di sini adalah seni Balaghah yang terkandung dalam bahasa al-Qur’an yang secara ilmiah merupakan suatu disiplin ilmu yang berlandaskan kepada kejernihan jiwa dan ketelitian menangkap keindahan dan kejelasan perbedaan yang samar di antara bermacam-macam uslub.  (amin, 1998)
Ilmu Balaghah dikenal dengan tiga bagian: Pertama, ilmu Ma’ani yang mengkaji makna kata yang terpilih untuk dikomunikasikan dengan audiens. Dalam bagian ini meliputi pembahasan makna antara khabar atau insya. Sebagai contoh:  Kalimat: عبد الله قائم, tidak sama maknanya dengan إن عبد الله قائم dan إن عبد الله لقائم Hal ini disebabakan karena kalimat pertama tidak memakai huruf ta’kid إن; sementara kalimat yang kedua memakainya dan kalimat yang ketiga memakai dua huruf ta’kid sekaligus yaitu إن dan ل. Meskipun ketiga redaksi kalimat itu terlihat hampir sama, namun berbeda dari sudut pemakaian dan maknanya. Redaksi yang pertama hanya berisi pemberitahuan bahwa Abdullah berdiri; sedang yang keduadimaksudkan untuk memberi penjelasan atau jawaban bagi pertanyaan; dan yang ketiga untuk menegaskan bahwa Abdullah benar-benar berdiri. Ungkapan yang pertama ditujukan kepada orang yang belum tahu bahwa Abdullah berdiri, karena itu ungkapannya tidak perlu memakai ta’kid. Redaksi yang kedua ditujukan kepada orang yang kelihatannya sedikit ragu, maka untuk menghilangkan keraguan itu disampaikan kepadanya berita dengan memakai satu huruf ta’kid. Adapun yang ketiga ditujukan kepada orang yang membantah bahwa Abdullah berdiri. Untuk menolak bantahan itulah maka kalimat yang disampaikan kepadanya disertai minimal dengan dua huruf ta’kid.
Dalam surat Yasin ayat 14 dan 16 terlihat redaksi kalimat yang hampir sama.
14. (yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, Maka ketiga utusan itu berkata: "Sesungguhnya Kami adalah orang-orang di utus kepadamu".

mereka berkata: "Tuhan Kami mengetahui bahwa Sesungguhnya Kami adalah orang yang diutus kepada kamu".

Secara sekilas redaksi kedua ayat tersebut terlihat mirip, dan jika diperhatikan dengan seksama, jelas konotasi kedua ayat tersebut berbeda sekali. Perbedaan itu timbul karena berbedanya kondisi yang melatar belakangi lahirnya ungkapan tersebut. Redaksi yang pertama ditujukan kepada mereka yang kurang percaya atau ragu bahwa nabi Isa telah mengutus utusan kepasa mereka. Karena itu memakai satu huruf ta’kid untuk memperkuat pernyatan mereka. Tapi penduduk negeri yang menerima mereka, bukannya percaya, malah sebaliknya bertambah ingkar. Oleh karenanya pada redaksi yang kedua para utusan itu memakai tiga huruf ta’kid sekaligus yaitu sumpah (ربنا) dan huruf (إنا.dan ل.









     V.            Kesimpulan
Bahasa dan agama adalah dua hal yang saling berhubungan. Setiap agama memiliki bahasanya sendiri dalam beribadah. Sebagai seorang muslim kita memiliki kitab suci berupa al-Qur’an yang ditulis dengan menggunakan bahasa Arab. Bahasa Arab yang menjadi medium bahasa al-Qur’an telah berproses menjadi bahasa Agama yang memilki fungsi dan peran yang lebih dari sekedar sebagai bahasa manusia pada umumnya.
Berkaitan dengan istilah “bahasa agama”, Komaruddin Hidayat menyebutkan bahasa agama adalah kalam ilahi yang kemudian terabadikan dalam kitab suci. Di sini Tuhan dan kalam-Nya lebih ditekankan, sehingga pengertian bahasa agama yang paling mendasar adalah bahasa kitab suci. Lebih lanjut Komaruddin memaparkan bahwa kehadiran teks al-Qur’an di tengah umat Islam telah melahirkan pusat pusaran wacana keislaman yang tak pernah berhenti. Dengan kata lain, al-Qur’an yang terkandung di dalamnya berbagai macam khazanah keilmuan telah menjadi poros ilmu pengetahuan. Al-Qur’an telah melahirkan berbagai macam disiplin keilmuan sehingga tidaklah salah bila dikatakan al-Qur’an menjadi semacam “ledakan nuklir” yang radiasinya memancar ke segala pelosok kehidupan.
Berbagai penelitian dilakukan untuk membuktikan bahwa bahasa yang terdapat dalam al-Qur’an memanglah terdiri dari susunan kata yang baik dan memiliki arti yang baik pula. Banyak orang yang terkadang salah mengartikan makna dari setiap kata yang ada dalam al-Qur’an tersebut. Maka dengan adanya pendekatan linguistik dalam mengkaji arti dari setiap ayat yang ada didalam al-Qur’an dapat menambah pengetahuan kita terhadap makna yang sebenarnya.
Kesimpulannya adalah, dengan adanya teori-teori kajian dalam linguistik ini sangat membantu bagi para ahli tafsir ataupun penerjemah dalam menerjemahkan al-Qur’an secara benar.


Referensi
·         Abd. Muin Salim, Metodologi Tafsir Sebuah Rekonstruksi Epistimologis Memantapkan Keberadaan Ilmu Tafsir Sebagai Disiplin Ilmu, (Makalah Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar IAIN Alauddin Ujungpandang,1999), h. 33 – 36
·         Abd. Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Qur’an (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1994), h. 24
·         J. M. W, Asas Asas LinguistikUmum (Cet. III; Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1999), h. 13
·         Muhammad ‘Ali al-Shabuni, Rawai’ al-BayanTafsir Ayat al-Ahkammin al-Qur’an Juz I (Cet. III; Damsyiq: Maktabah al-Gazhali, 1980 ), h. 23
·         ‘Aisyah ‘Abd al-Rahman Bint al-Syathi’, al-Tafsir al-Bayani li al-Qur’an al-Karim (Cairo: Dar al-Ma’arif, 1968), h. 155
·         Jalaluddin al-Suyuthi, al-Durral-Mantsur fi Tafsir al-Ma’tsur Juz I (Cet. I;Beirut: Dar al-Fikr, 1983), h. 24
·         Beirut: dar al-Kutub, 1995, h. 61
·         Ahmad Mushthafa Al-Maraghiy, Tafsir al-Maraghiy Juz 15 (Bairut: dar al-Fikr, 1974), h. 77
·         Ali al-Jarimi dan Musthafa Amin, Al-Balaghah al-Wadhihah diterjemahkan oleh Mujiono Nurkholis dengan judul Al-Balaghatul Wadhihah (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1998), h. 6
·         Dewantara (2012), peranan linguistic terapan dalam pembelajaran
·         (Chaer, 2007:6; Pateda, 1991:15). Parera (1991:20)
·         Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 1024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Tata Bahasa Kasus (Case Grammar)

Perbedaan Bahasa antara Jawa Indonesia dan Jawa Suriname”

CINTA-MU SELUAS SAMUDRA KARYA GOLA-GONG