Peran Sosial Linguistik dalam Penafsiran Kitab Suci Al-Qur’an yang Menyebabkan Polemik
Nama : Ria
Aryati
Nim :
1110026000002
Prodi : Bahasa dan Sastra Inggris / 5B
Final Test General Lingustics II
Tema: Language and Religion
Pendahuluan
Semakin meluasnya pengetahuan dan rasa ingin tahu orang – orang di
berbagai belahan dunia tentang agama islam, juga berdampak pada banyaknya kata
– kata dalam bahasa arab yang telah diserap, dipakai dan diketahui oleh
khalayak luas. Tidak terkecuali di Eropa, banyak yang telah mengetahui,
mempelajari bahkan memahami kata – kata yang berasal dari bahasa arab dan telah
diserap kedalam bahasa Internasional ( Bahasa Inggris ).Tentunya ada rasa
bangga di hati kita sebagai umat muslim,karena mereka mencoba memahami agama kita.Akan tetapi beragam bahasa dan
budaya di berbagai belahan dunia juga berpengaruh dalam segi penerjemahan kitab
suci Al Quran.Ternyata masih terdapat juga kesalahan pemahaman Al Quran kedalam
bahasa internasional ( Bahasa Inggris ). Yang ternyata berbeda dengan makna
aslinya dan pada akhirnya menimbulkan polemik di masyarakat. Karena hal ini berkaitan
tentang sisi keagamaan kebudayaan dan keimanan seseorang dalam kitab suci yang
bagi penganut agama islam tentu isi di dalamnya sangat sakral.
Seiring berkembangnya ajaran Islam, maka muncullah keinginan dan kesadaran
untuk menerjemahkan Alquran ke dalam berbagai bahasa yang ada di dunia. Untuk
memudahkan umat manusia yang hidup dalam berbagai bahasa dan lebudayaan yang
berbeda, agar semua umat manusia bisa memahami makna dalam Alquran. Disini penulis akan menganalisis kesalahan penafsiran pada ayat al
quran surat anissa ayat 34,dimana pada ayat ini terjadi kesalahan pemahaman
makna dari penggalan ayat “dan pukulah mereka” ( mereka disini dimaksudkan
kepada kaum wanita). Menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa lain bukanlah pekerjaan mudah. karena
Al quran merupakan mukjizat yang menggunakan bahasa ilahiyah, yang tak mungkin
dapat ditandingi manusia manapun.
Landasan teori
Qomaruddin Hidayat dalam bukunya “Memahami
bahasa agama”, membagi pengertian bahasa agama kepada dua orientasi, yaitu theo-oriented
dan antropo-oriented. Yang pertama apa yang disebut bahasa agama
ialah kalam ilahi yang kemudian terabadikan kedalam kitap suci. Disini Tuhan
pada kalamnya lebih ditekankan, sehingga pengertian bahasa agama yang paling
mendasar adalah bahasa kitab suci.Adapun yang kedua, bahasa agama adalah
ungkapan serta perilaku keagamaan dari seseorang atau sebuah kelompok
sosial.Jadi bahasa agama dalam pengertian kedua dalah wacana keagamaan yang
dilakukan umat beragama maupun sarjana ahli agama, meskipun tidak selalu
menunjukkan dan menggunakan ungkapan-ungkapan kitab suci. (Ichsan,
2012)
‘’Menerjemahkan Alquran selalu menjadi sebuah problematika dan isu
yang sulit dalam teologi Islam. Karena Muslim menghormati Alquran sebagai
mukjizat dan tak bisa ditiru,’’ ujar Afnan Fatani (2006) dalam
"Translation and the Qur'an". Terlebih, kata-kata dalam Alquran
memiliki berbagai arti tergantung pada konteks, sehingga untuk membuat sebuah
terjemahan yang akurat amatlah sulit.(Soegardi,
2007)
Nida dan Taber (1974: 12) mengemukakan bahwa penerjemahan “
cosists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent
of the source language messsage, first in terms of meaning and secondly in
terms of style.” Jadi intinya penerjemahan adalah suatu upaya mengungkapkan
kembali pesan dan suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain. Kata – kata receptor
language memperlihatkan bahwa penerjemahan merupakan kegiatan komunikasi. Oleh
karenanya, konsep benar-salah (correctness) dalam penerjemahan, menurut mereka
(opcit: 1) didasari oleh “untuk siapa” penerjemahan itu dibuat. Dengan demikian
tidak ada terjemahan yang benar atau salah secara mutlak. Bahkan benar-salah
dalam penerjemahan juga tergantung pada “untuk tujuan apa” penerjemahan itu
dilakukan.menurut Newmark (1988: 5) memberikan defenisi yang tentang
penerjemahan sebagai “Rendering the meaning of a text into another language
in the way that the author intended the text”. Mengalihkan makna suatu teks
ke dalam bahasa lain sesuai dengan apa yang dimaksud oleh pengarang. Menurut
Pinchuck (1977 : 38) juga memberikan defenisi sebagai “ a processof finding
a TL (target language) equivalent for an SL (source language) utterance”.
Suatu proses menemukan padanan suatu ujaran dari bahasa sumber ke bahasa
sasaran. (Sayogie, 2009)
Hal ini berkaitan dengan sosialinguistik, dimana
bahasa mempunyai peranan sosial dan kebudayaan yang berbeda pada setiap masing
– masing daerah, suku, benua dan negara. Sosialinguistik sendiri adalah Ilmu
yang mempelajari ciri dan berbagai variasi bahasa serta hubungan diantara para
bahasawan dengan ciri dan fungsi variasi itu di dalam suatu masyarakat bahasa.(Kridalaksana, 1991)
Dalam pembahasan kali ini penulis juga akan
memakai teori “DISTORTION” selain teori-teori yang telah penulis
jabarkan sebelumnya. bila diterjemahkan kedalam bahasa indonesia teori
ini disebut juga sebagai teori DISTORSI. Teori
distorsi adalah pemutarbalikan suatu fakta, aturan, dsb; penyimpangan: untuk
memperoleh keuntungan pribadi tidak jarang orang melakukan -- terhadap fakta yg
ada.(Kata, 2012)Penjabarannya adalah bahwa teori
distorsi yaitu teori yang dipakai untuk seseuatu hal yang terjadi penyimpangan
didalamnya teori distorsi itu sendiri luas maknanya tidak hanya menyangkut
tentang bidang bahasa saja namun dalam penelitian berbagai bidang teori ini
juga sering dipakai.dan dengan teori distorsi
ini penulis membahas tentang terjadinya kesalahan atau penyimpangan makna dari
dalam Alquran yang telah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa didunia
khususnya Bahasa Inggris, karena yang kita tahu bahwa bahasa inggris nerupakan
bahasa yang universal.
Data analisis
Berikut ini adalah beberapa data analisis yang
akan menunjang pembahasan penulis:
1. Dibawah ini adalah data terjemahan Alquran surat anissa ayat 34 :
الرّجَالُ قَوَّمُونَ عَلَى النّسَاء بمَا فَضَّلَ اللهُ بَعضَهُم عَلىَ بَعض
وَ بمَا أَنفَقُوا من أَموَالهم فَالصّلحتُ قنتت حفظت لّلغيب بمَا حَفظَ اللهُ وَ
الَّتي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعظُوهُنَّ وَاهجُرُوهُنَّ في المَضَاجع واضربُوهُنَّ
فَإن أَطَعنَكُم فَلاَ تَبغُوا عَلَيهنَّ سَبيلًا إنَّ اللهَ كَانَ عَليًّا كَبيرًا
Artinya: “ kaum laki – laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagiaan mereka ( laki – laki ) dan sebahagiaan yang
lain ( wanita ), dan karena mereka ( laki – laki ) telah menafkahakan sebagiaan
dari harta mereka, sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta’at kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara ( mereka ). Wanita – wanita yang telah kamu khawatirkan nusyuznya.
Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukulah mereka. Kemudian jika mereka
menta’atimu, maka janganlah kamu mencari – cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah maha tinggi lagi maha besar.”(Thiba'at, 1971)
Versi bahasa inggris via google
translator :
"The manis the leaderfor women, because Allah hasfavoredsome ofthem(male -female)
andsome others(women), and because they(male
-female) hasspend outof their property,
becauseit isthewomanthe pious, whoobeyGodisto
maintainselfagainwhenher husband was notthere, because God
has kept(them). The womanwhohasyou fear disobedience.
Admonish themand send them totheir beds, andhitthem. Thenif they obeyyou, thendo not seek-
finda way tobothered. SurelyGod ishighagainis great.”
(google)
2.
Terjemahan
baru mengundang debat atas ayat Alquran
27-3-2007 oleh : NewYork Times
Chicago – laleh bakhtiar telah menghabiskan dua tahun waktunya
untuk menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa inggris, sampai akhirnya ia sampai
pada surat anissa ayat 34. Pada saat itu ia hampir menghentikan proyek ini.
Ayat yang sedang hangat diperbincangkan adalah ketika perempuan tidak patuh
pada suami atau akrab disebut dengan Nusyuz (menolak hubungan seksual
dengan suami) maka pertama harus diingatkan (dinasehati), kemudian dipisah
ranjang dan yang terakhir “dipukul” (terjemahan yang paling umum dipakai dari
kata Arab ) kecuali si istri memperbaiki kelakuannya. Bachtiar tidak bisa
menerima ayat ini hingga akhirnya ia memutuskan bahwa ayat ini harus mempunyai
arti yang berbeda.(Soegardi, 2007)
3.
Terjemahan
kata perkata terhadap surat Anissa ayat 34
الرّجل:bentuk jamak
dari kata رجل
yang berarti lelaki
قوّامون:bentuk jamak
dari kata قوّام
yang berarti kepemimpinan (pemenuhan kebutuhan, perhatian, pemeliharaan,
pembelaan,dan pembinaan)
على:atas
النّساء:perempuan:
istri
بما فضّل الله بعضهم على بعض:karena
allah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain: masing- masing
memiliki keistimewaan
بما أنفقوا من أموالهم:disebabkan
karena mereka telah menafkahkan sebagian harta mereka
فالصالحات:maka wanita-
wanita sholihat
قانتات: wanita- wanita yang taat
حافظات:wanita- wanita
yang memelihara
للغيب:ketika tidak di
tempat
بما حفظ الله: karena allah telah memelihara mereka
و الّتي: yang memiliki (pr)
تخافون:kamu
khawatirkan
نشوزهنّ: keangkuhan dan pembangkang
فعظوهنّ:maka
nasehatilah mereka
واهجروهنّ:dan
tinggalkanlah mereka
في المضاجع:ditempat
pembaringan: tempat tidur
واضربوهنّ:dan pukullah
mereka
فإن: maka sesungguhnya
أطعنكم: menaati kamu
فلا: maka jangan
تبغوا: mencari- cari
عليهنّ سبيلا:jalan
untuk menyusahkan mereka (pr)
إنّ:sesungguhnya
الله: allah
كان عليما كبيرا:maha
tinggi lagi maha besar
(Firdaus Al Hisyam, 2006)
Analisis
Terjadi kontroversi di dunia barat tentang pemaknaan ayat diatas
yaitu yang berkaitan dengan kata ضرب “memukul” . dimana penafsiran ayat ini menurut
beberapa pihak merupakan suatu pencitraan kekerasan seperti yang dikatakan oleh
sheik ali gomaa “Dalam konteks zaman modern kita, memukul seorang istri itu
tidak pantas dalam pandangan masyarakat hal ini sangat dibenci dan hanya akan
memacu perselisihan.” (Soegardi, 2007)Ayat ini bila
diterjemahkan dalam bahasa inggris, kata dharaba mempunyai beberapa arti yaitu
beat (memukul), hit (memukul), strike (menampar), scourage (menyakiti), chastise (menghukum),
flog (mencambuk). Atau makna lain misalnya dengan spank ( menampar), tap (
menepuk) atau hingga seduce ( memperkosa).(Firdaus Al Hisyam,
2006)
Menurut penulis terjadi kontroversi terhadap penafsiran didunia
barat adalah karena perbedaan budaya dan pemahaman, antara budaya timur dan
barat. Ayat ini menjadi kontroversial karena di dunia barat menganut paham dan
memandang semua sisi dari segi etika dunia modern oleh sebab itu ayat ini
menyangkut hak asasi manusia sedunia.
Bebeda dengan di Indonesia dan negara timur,
dimana ayat ini dapat disesuaikan dengan zaman dan keadaan. Seperti keterangan
dibawah ini :
Kata (واضربوهنّ) wadhribuhunna yang diterjemahkan dengan pukullah mereka terambil
dari kata dharaba yang mempunyai banyak arti. Bahasa, ketika menggunakan dalam
arti memukul tidak selalu dipahami dalam arti menyakiti atau melakukan suatu
tindakan keras dan kasar. Orang yang berjalan kaki atau musafir dinamai oleh
bahasa dan oleh Alquran yadhribuna fi al-ardh yang secara harfiah berarti
memukul dibumi. Karena itu, perintah diatas, dipahami oleh ulama berdasarkan
penjelasan Rasul saw. Bahwa yang dimaksud memukul adalah memukul yang tidak
menyakitkan. (Shihab, 2002)
Perlu dicatat bahwa ini adalah langkah terakhir seorang pemimipin
rumah tangga (suami) dalam upaya memelihara kehidupan rumah tangganya. Sekali
lagi jangan pahami kata “memukul” dalam arti “menyakiti”, jangan juga diartikan
sebagai sesuatu yang terpuji. Rasul, Muhammad saw, mengingatkan agar. “ jangan
memukul wajah dan jangan pula menyakiti”. Di kali lain beliau bersabda,
“Tidakkah kalian malu memukul istri kalian, seperti memukul keledai?” Malu
bukan saja karena memukul, tetapi juga malu karena gagal mendidik dengan
nasihat dengan cara lain. (Shihab, 2002)
Seperti yang telah dijelaskan pada tafsir diatas bahwa kata dari wadhribuhunna mempunyai banyak
arti.menurut penulis kata ini mempunyai makna yang luas dan harus
benar-benar dipahami agar tidak terjadi
kesalahpahaman dalam pengertian ayat ini, karena ayat ini berkaitan dengan hak
asasi manusia.
Berikutnya adalah penjelasan dari beberapa ahli takwil:
Takwil firman Allah : (واضربوهنّ ) Dan pukullah mereka
Abu ja’far berkata: Maknanya adalah, “wahai para suami, nasihatilah
istri-istri kalian tentang perbuatan nusyuz mereka. Jika mereka menolak untuk
kembali kepada kewajiban mereka, maka ikalah mereka dengan tali, dirumah mereka,
dan pukullah mereka agar mereka kembali kepada kewajiban mereka, yaitu taat
kepada Allah dalam kewajiban mereka terkait dengan hak kalian.”Ahli takwil
berkata, “sifat pukulan yang dibolehkan Allah kepada suami adalah pukulan yang
tidak melukai.” (Abu-Jafar Muhammad bin
Jarir Ath-Thabari:penerjemah, 2008)
Takwil ini juga diperkuat dengan sabda Rasulullah dibawah ini:
Al Qasim menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Husain
menceritakan kepada kami, ia berkata: Hajjaj menceritakan kepadaku, Ia
berkata: Rasulullah saw bersabda, “janganlah
kalian memisahkan (mendiamkan) kaum perempuan kecuali ditempat tidur. Pukullah
mereka dengan pukulan yang tidak melukai.” Hajjaj berkata, (maksudnya
pukulan) yang tidak meninggalkan bekas. (Abu-Jafar Muhammad bin
Jarir Ath-Thabari:penerjemah, 2008)
Dalam ayat ini rasulullah menjelaskan bahwa seorang suami boleh
memukul istrinya dengan pukulan yang tidak melukai, maksudnya adalah memukul
dengan siwak ataupun benda-benda yang tidak melukai.
Jadi menurut penulis disini telah jelas bahwa setiap terjemahan dan
penafsiran harus mengikuti perkembangan zaman yang ada serta tidak boleh
melupakan adat istiadat serta kebudayaan di negara atau suku tersebut.
Contohnya seperti didunia barat seorang penerjemah menolak penafsiran ayat ini
dengan alasan , ayat ini menimbulkan kontroversi dan melibatkan hak asasi
manusia didunia, sehingga akhirnya ia mengganti kata memukul “hit” menjadi
pergi meninggalkan “go to away”.
Ini adalah salah satu contoh faktor sosialinguistik sangat berperan
dalam bidang penerjemahan dan penafsiran kitab suci. Dan juga dalam teori (opchit:
1 ) menjelaskan bahwa, sebuah terjemahan tidak ada yang salah maupun benar
secara mutlak, dikarenakan itu semua tergantung kepada apa tujuan terjemahan
tersebut dibuat. Sehingga terjadi kesalahan penafsiran dalam sebuah ayat itu
sendiri yang menimbulkan polemik di masyarakat. Seperti yang tertera dalam
teori distorsi bahwa terjadi penyimpangan, kesalahan dan pemutar balikan fakta
untuk keuntungan pribadi. Terkait dalam kasus ini adalah tentang penyimpangan
makna (Distorsi) yang bisa saja terjadi karena kurangnya pemahaman penerjemah
dengan bahasa yang akan ia terjemahkan kedalam bahasa tujuannya, ( dalam hal
ini Bahasa Arab ke dalam Bahasa Inggris).
Serta faktor kebudayaan dan perkembangan zaman di sebuah
masyarakatpun begitu berpengaruh. dalam kasus ini masyarakat barat tidak dapat
menerima ayat ini karena apabila diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, kata
dharaba mempunyai satu makna yang umum yaitu “hit” atau “beat” yang kedua
artinya sama – sama memukul. Dan dalam kebudayaan barat memukul seorang istri
sama dengan merusak hak asasi manusia, terlepas dari sang istri mempunyai
kesalahan yang fatal ataupun tidak. Hal ini berbeda dengan kebudayaan di timur
tengah ataupun di Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya dapat menerima
ayat ini karena,dominasi masyarakat yang hidup di timur tengah dan di Indonesia
adakah menganut agama Islam yang berpegang teguh dengan ajaran Alquran dan
hadist. Serta pandangan masyarakat timur yang mempunyai sudut pandang bahwa apa
yang tertera di dalam Al quran dan hadist nabi adalah pedoman bagi kehidupan
manusia, dan terkadang menyampingkan pandangan etika dunia moderen. Dan hal ini
bertolak belakang dengan keadaan di barat yang notabene masyarakatnya menganut
agama nasrani atau yahudi, yang tentu saja pemahaman tentang agama Islam mereka
sangat sempit sehingga apabila surat ini tetap memakai kata “hit” dalam
penerjemahannya tentu saja ini akan menimbulkan polemik yang lebih parah dan
pola pikir mereka yang semakin menganggap bahwa Islam adalah agama yang keras.
Kesimpulan
Pada dasarnya menerjemahkan suatu ayat dari dalam kitab suci,
membutuhkan keahlian khusus, dan tidak sembarang orang dapat menerjemahkannya.untukmenerjemahkan
suatu ayat dari dalam kitab suci,buku maupun artikel dari bahasa asing kedalam
bahasa nasional maupun sebaliknya, kita harus memperhatikan faktor sosial,
budaya, adat istiadat, kebiasaan serta sudut pandang dari suatu masyarakat itu
sendiri. Hal ini berperan penting karena semua masyarakat yang hidup diberbagai
negara, daerah ataupun suku yang pasti mempunyai bahasa dan kebudayaan yang
berbeda. Maka dari itu si penerjemah haruslah mempertimbangkan faktor – faktor
diatas untuk menerjemahkan suatu bahasa. Seperti kasus yang terjadi disini,
bahwa bahasa, budaya serta pola pikir bangsa timur tengah dan barat tentu jelas
berbeda. Terbukti dalam penafsiran Alquran surat anissa ayat 34 ini, kata “dan
pukullah mereka” ( yang ditujukan kepada kaum wanita), menjadi kontroversi,
orang – orang di dunia barat karena mereka tidak bisa menerima penafsiran makna
dari ayat ini di karenakan mereka menjunjung tinggi etika dunia moderen, dan
juga hak asasi manusia sedunia. Sebagaimana yang kita tahu dunia barat sangat
berpengaruh dalam kehidupan sekarang ini, sehingga sang penerjemah merasa takut
bahwa apabila ayat ini tetap diartikan dengan makna aslinya, orang – orang di
berbagai negara akan protes, sehingga ia pun memutuskan untuk mengganti kata “
dan pukullah mereka” menjadi kata “ pergi meninggalkan”. Dan tentu saja si
penerjemah tidak asal menggantikan kata tersebut dengan kata lain, melainkan
mencari pemecahan dengan cara membaca dan terus meneliti dengan bahan – bahan
rujukan seperti kamus ataupun buku. Sehingga dapat diambil jalan tengah serta
pemecahan dalam penafsiran ayat ini. Oleh karena itu menerjemah bukanlah hanya
soal memindahkan kata perkata saja, melainkan menyesuaikan bahasa, budaya serta
pola pikir suatu masyarakat dalam bahasa.
Referensi
2. http://isfimalaysia.wordpress.com/2012/04/24/bahasa-agama-dan-penafsiran-kalam-ilahi/
3.
Frans sayogie/ teori dan prektek penerjemahan
Bahasa Inggris ke dalam Bahasa indonesia. Tangerang : Pustaka Anak Negeri :2009
4.
harimukti kridalaksana. kamus linguistik . jakarta: gramedia 1991
6.
Mujamma’
Al Malik Fahd Li Thiba’at. Al’Quran dan Terjemahannya, Jakarta : Yayasan
Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Quran. 1971
9.
Tafsir
Al Mishbah : pesan, kesan dan keserasian Al-Quran/M. Quraish Shihab. Jakarta:
Lentera Hati, 2002.
10.
Tafsir
Ath-Thabari/Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath- Thabari;penerjemah, Akhmad
Affandi;editor,Besus Hidayat Amin- Jakarta: Pustaka Azzam, 2008
Komentar
Posting Komentar