Memahami konsep hadits


A.      Pengertian hadits
                Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir[1], sifat-sifat keadaan dan himmahnya[2] yang bersangkut paut dengan hukum syara’.
 (HR Abu Hurairah)
لا تَجْعَلُوا بُيُوْتَكُمْ قُبُوْرًا وَلا تَجْعَلُوا قَبْرِيْ عِيْدًا، وَصَلُّوْ عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاتَكُمْ تَبْلُغُنِيْ حَيْثُمَا كُنْتُمْ
“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan2 dan jangan kalian jadikan kuburanku sebagai ide. Bershalawatlah untukku karena shalawat kalian sampai kepadaku di mana pun kalian berada.”
B.      Pengertian sunnah
                Sunnah adalah segala sesuatu yang dinukilkan dari nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran , sifat, kelakuan, perjalanan hidup, baik sebelum nabi diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya.
Hendaknya kita selalu menjaga tujuh sunnah Nabi setiap hari. Ketujuh sunnah Nabi SAW itu adalah:
1.        Tahajjud,karena kemuliaan seorang mukmin terletak pada tahajjudnya.
2.        membaca Al-Qur’an sebelum terbit matahariAlangkah baiknya sebelum mata melihat dunia, sebaiknya mata membaca Al-Qur’an terlebih dahulu dengan penuh pemahaman.
3.       Jangan tinggalkan masjid terutama di waktu shubuh. Sebelum melangkah kemana pun langkahkan kaki ke masjid, karena masjid merupakan pusat keberkahan, bukan karena panggilan muadzin tetapi panggilan Allah yang mencari orang beriman untuk memakmurkan masjid Allah.
4.       jaga shalat Dhuha karena kunci rezeki terletak pada shalat dhuha.
5.       jaga sedekah setiap hari.Allah menyukai orang yang suka bersedekah, dan malaikat Allah selalu mendoakan kepada orang yang bersedekah setiap hari.
6.       jaga wudhu terus menerus karena Allah menyayangi hamba yang berwudhu. Kata khalifah Ali bin Abu Thalib, “Orang yang selalu berwudhu senantiasa ia akan merasa selalu shalat walau ia sedang tidak shalat, dan dijaga oleh malaikat dengan dua doa, ampuni dosa dan sayangi dia ya Allah”.
7.        amalkan istighfar setiap saat.Dengan istighfar masalah yang terjadi karena dosa kita akan dijauhkan oleh Allah.
C.      Pengertian Khabar
                Khabar adalah berita yang disampaikan dari seseorang kepada seseorang mengenai sesuatu yang telah diucapkan oleh rasulullah.
D.     Pengertian Atsar
                Atsar adalah perkataan yang disampaikan dari seseorang kepada seseorang mengenai sesuatu yang tidak hanya berasal dari Rasulallah tetapi juga para sahabat dan orang terdekat Nabi SAW.
 E. Perbandingan Hadits dengan Sunnah, Khabar dan Atsar
(a) Hadits dan Sunnah : Hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, taqrir yang bersumber dari Nabi SAW, sedangkan Sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, atau perjalan hidupnya, baik sebelum diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya.
(b) Hadits dan Khabar : Sebagian ulama hadits berpendapat bahwa Khabar sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan kepada selain Nabi SAW., Hadits sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan kepada Nabi SAW. Tetapi ada ulama yang mengatakan Khabar lebih umum daripada Hadits, karena perkataan khabar merupakan segala yang diriwayatkan, baik dari Nabi SAW.maupun dari yang selainnya, sedangkan hadits khusus bagi yang diriwayatkan dari Nabi SAW. saja. Ada juga pendapat yang mengatakan, khabar dan hadits, diithlaqkan kepada yang sampai dari Nabi saja, sedangkan yang diterima dari sahabat dinamai Atsar.
(c) Hadits dan Atsar : Jumhur ulama berpendapat bahwa Atsar sama artinya dengan khabar dan Hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa Atsar sama dengan Khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat dan tabi'in. "Az Zarkasyi, memakai kata atsar untuk hadits mauquf. Namun membolehkan memakainya untuk perkataan Rasul SAW. (hadits marfu)". Dengan demikian, Hadits sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan kepada Nabi SAW. saja, sedangkan Atsar sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat dan tabi'in.
F.  Pengertian Hadits Qudsiy
                Ialah perkataan-perkataan yang disabdakan nabi SAW. Dengan mengatakan “Allah berfirman….” Nabi menyandarkan perkataan itu, kepada Allah. Beliau meriwayatkan dari Allah SWT. Disebut juga hadits Ilahi atau  
G. Pengertian Hadits Nabawi
Hadits nabawi adalah segala yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat.
·         Yang berupa perkataan seperti perkataan Nabi SAW:
“Sesungguhnya sahnya amal itu disertai dengan niat. Dan setiap orang bergantung pada niatnya”.
·         Sedangkan yang berupa perbuatan ialah seperti ajaranya pada sahabat mengenai bagaimana caranya mengerjakan shalat, kemudian ia mengatakan:
“Shalatlah seperti kamu melihat aku melakukan shalat”.
·         Juga mengenai bagaimana ia melakukan ibadah haji, dalam hal ini Nabi saw. Berkata:
“Ambilah dari padaku manasik hajimu”.
·         Sedang yang berupa persetujuan ialah seperti :
“beliaumenyetujui suatu perkara yang dilakukan salah seorang sahabat, baik perkataan atau pun perbuatan, baik dilakukan di hadapan beliau atau tidak, tetapi beritanya sampai kepadanya. Misalnya mengenai makanan biawak yang dihidangkan kepadanya, di mana beliaudalam sebuah riwayattelah mendiamkannya yang berarti menunjukkan bahwa daging biawak itu tidak haram dimakan”.
  H.  Perbedaan Hadis Qudsi dan Hadis Nabawi
Hadits nabawi itu ada dua macam, yaitu:
1.       Tauqifi
Yang bersifat tauqifi yaitu yang kandungannya diterima oleh Rasulullah SAW dari wahyu, lalu ia menjelaskan kepada manusia dengan kata-katanya sendiri. Bagian ini, meskipun kandungannya dinisbahkan kepada Allah, tetapi dari segi pembicaraan lebih dinisbahkan kepada Rasulullah SAW, sebab kata-kata itu dinisbahkan kepada yang mengatakannya, meskipun di dalamnya terdapat makna yang diterima dari pihak lain.
2.        Taufiqi
Yang bersifat taufiqi yaitu: yang disimpulkan oleh Rasulullah SAW menurut pemahamannya terhadap Quran, karena ia mempunyai tugas menjelaskan Quran atau menyimpulkannya dengan pertimbangan dan ijtihad. Bagian kesimpulannyang bersifat ijtihad ini, diperkuat oleh wahyu jika ia benar, dan jika terdapat kesalahan didalamnya, maka turunlah wahyu yang membetulkannya. Bagian ini bukanlah kalam Allah secara pasti.
Dari sini jelaslah bahwa hadis nabawi dengan kedua bagiannya yang tauqifi dan taufiqi dengan ijtihad yang diakui oleh wahyu itu bersumber dari wahyu. Dan  inilah makna dari firman Allah tentang Rasul kita Muhammad saw.:
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan” .
Hadis qudsi itu maknanya dari Allah, ia disampaikan kepada Rasulullah SAW melalui salah satu cara penurunan wahyu, sedang lafadznya dari Rasulullah SAW, inilah pendapat yang kuat. Dinisbahkannya hadis qudsi kepada Allah SWT adalah nisbah mengenai isinya, bukan nisbah mengenai lafadznya. Sebab seandainya hadis qudsi itu lafalnya juga dari Allah, maka tidak ada lagi perbedaan antara hadis qudsi dengan Al-Quran. Dan tentu pula gaya bahasanya menuntut untuk ditantang, serta membacanya pun diangggap ibadah.
I.                     Kedudukan Hadits (sunnah) sebagai dasar Tasyri’ Islamiy
                Dasar tasyri (syari'at Islam) tidaklah asing bagi kaum muslimin dan tidak diragukan lagi bahwa As-Sunnah merupakan salah satu sumber hukum Islam disamping Al-Qur'an dan dia mempunyai cabang-cabang yang sangat luas, hal ini disebabkan karena Al-Qur'an kebanyakan hanya mencantumkan kaidah-kaidah yang bersifat umum serta hukum-hukum yang sifatnya global yang mana penjelasannya didapatkan dalam As-Sunnah An-Nabawiyah.
Oleh karena itu As-Sunnah mesti dijadikan landasan dan rujukan serta diberikan inayah (perhatian) yang sepantasnya untuk digali hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Dan pembahasan tentang sunnah Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam merupakan hal yang sangat penting dalam pembentukan fikrah islamiyah serta upaya untuk mengenal salah satu mashdar syari'at Islam, apalagi As-Sunnah sejak dulu selalu menjadi sasaran dari serangan-serangan firqah yang menyimpang dari manhaj yang haq, yang bertujuan untuk memalingkan ummat Islam dari manhaj Nabawi dan menjadikan mereka ragu terhadap As-Sunnah.
Dalil yang menetapkan tentang kedudukan hadits sebagai dasar tasyri sangat banyak baik berdasarkan Al-Qur'an, hadits itu sendiri maupun ijma (kesepakatan) para sahabat diantaranya;
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَاب
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah Ta'ala. Sesungguhnya Allah Ta'ala sangat keras hukuman-Nya". (QS.Al Hasyr:7)
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
"Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta`ati Allah Ta'ala. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta`atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka."(QS.An Nisaa;80)

كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى [ رواه البخاري ومسلم[
" Seluruh umatku akan masuk surga kecuali yang enggan. (Para sahabat) bertanya, "Siapa mereka itu yang enggan wahai Rasulullah"? Beliau bersabda : "Barangsiapa yang mentaatiku maka dia akan masuk surga dan siapa yang mendurhakaiku maka dialah yang enggan masuk surga " (H.R. Bukhari - Muslim)
Umumnya kaum muslimin menerima kedudukan hadits sebagai dasar tasyri itu dan hanya sebagian kecil yang menolaknya (inkarusunnah) namun demikian persoalan yang terpenting adalah bagaimana dalam pelaksanaannya, sebab ayat-ayat dan hadits yang menetapkan kedudukan hadits itu umumnya bersifat teologis sedangkan cara dalam melaksanaannya tidak disebutkan secara eksplisit. Pelaksanaan atau bagaimana hadits diamalkan dikaji dari sudut ilmu hadits atau musthalahul hadits yang niscaya dipelajari bagi setiap muslim yang menginginkan hanifan lidinihi (benar dan lurus dalam agamanya)







[1] taqrir Nabi ialah keadaan beliau mendiamkan tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yg telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau. Contohnya dalam suatu jamuan makan sahabat Khalid bin Walid menyajikan makanan daging biawak dan mempersilakan kepada Nabi utk meni’matinya bersama para undangan.Rasulullah saw. menjawab Tidak . Berhubung binatang ini tidak terdapat di kampung kaumku aku jijik padanya! Kata Khalid Segera aku memotongnya dan memakannya sedang Rasulullah saw.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Tata Bahasa Kasus (Case Grammar)

Perbedaan Bahasa antara Jawa Indonesia dan Jawa Suriname”

Kegiatan menempel kapas pada gambar kambing atau domba