TAFSIR AL-QUR"AN


BAI’AT RIDWAN
SURAT AL-FATH AYAT 10
·         Tafsir al-Misbah
“ sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepadamu sebenarnya mereka berjanji setia kepada Allah . “tangan” Allah diatas tangan merek, lalu barang siapa yang tellah melanggar maka pelanggarannya hanya akan menimpa dirnya sendiri dan barang siapa menepat janjinya kepada Allah, maka Allah akan menganugerahinya pahala yang agung.”

Setelah ayat yang lalu menjelaskan fungsi Rasul saw.  Serta apa yang dituntut dari umat manusia terhadap  Allah dan terhadap Rasul-Nya, maka ayat di atas menguraikan sikap terpuji dari sekelompok manusia yakni sahabat-sahabat nabi yang mendukung beliau dan berjanji setia mebela beliau sampai titik darah penghabisan. Ayat di atas menyatakan : sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepadamu yakni janji setia untuk membela risalah yang engkau sampaikan- baik ketika Bai’at ar-Ridhwan- sebenarnya mereka berjanji setia kepada Allah karena seluruh kegiatanmu baik ucapan maupun perbuatan adlah berdassar perintah Allah dan demi karena-Nya. Karena biasanya yang melakukan janji setia  atau persepakatan melakukannya dengan berjabat tangan, maka ayat diatas melanjutkan bahwa: “tangan” Allah yakni kekuasaan, kekuatan dan anugerah-Nya di atas tangan mereka, dia yang akan menyertai dan membantu  yang berjanji itu, dan lalu barang siapa yang telah melanggar janji setia itu maka akibat pelanggarannya hanya akn menimpa dirinya sendiri dan barang siapa menepati janjinya kepada Allah dengan menyempurnakan ba’iat nya maka Allah akan menganugerahinya pahala yang agung yang tidak terlukiskan keagungannya.
            Penggunaan bentuk kata masa kini pada firman-Nya; yubảyi’ứnaka/berjanji setia padahal peristiwa ini terjadi sebelum ayat di atas, bertujuan menghadirkan peristiwa yang sangat mengagumkan itu ke benak mitra bicara. Memang Al-Qur’an menggunakan bentuk kata kerja masa kini untuk menunjuk peristiwa masa lalu, jika pristiwa tersebut – karena keindahan atau leburukannya – perlu dihadirkan dalam benak mitra bicara. Sebaliknya al-qur’an menggunakan bentuk kata kerjas masa lampau ketika menggambarkan peristiwa yang akan datang, guna mengisyaratkan kepastian terjadinya peristiwa itu, seakan-aan dia telah terjadi.
            Bai’at yang dimaksud adalah apa yang dikenal dengan Bai’at ar-Ridhwan, yang terjadi di Hudaibiyah, suatu lembah di dekat kota Mekah. Ketika itu ada sekitar 1500 sahabat Nabi-menurut perhitungan yang terbanyak atau minimal 1300 orang menurut riwayat dan perkiraan yang lain- yang kesemuanya menyatakn janji setia untuk memerangi kaum musyrikin sampai menang atau mati. Bai’at ini terjadi karena Rasul saw. Mengutus Utsman Ibn ‘Affan dari Hudaibiyah menuju ke Mekkah untuk berunding dengan tokoh kaum musyrikn agar merekamengizinkan Nabi dan para sahabat melaksanakan umrah, karena nabi saw. Tidak datang untuk berperang, tetapi beribadah. Sayyidina Utsman terlambat kembali sehingga beredar isu bahwa beliau terbunuh, maka Nabi Muhammad saw mengajak semua anggota rombongan untuk berbai’at tidak akan kembali ke Madinah sebelum memerangi kaum musrikin yang membunuh utusan Nabi itu.  Saat pembai’atan itu tidak seorangpun yang ketinggalan kecuali Utsman Ibn ‘Affan yang ketika itu masih berada di Mekkah, tetapi Nabi meletakkan tangan kanan beliau di atas tangan kiri beliau sendiri lalu bersabda: “ini tangan Utsman.” Tidak lama kemudian Utsman ra tiba dan dia pun melakukan bai’at. Yang menghindar dari bai’at hanya seorang yang bersembunyi di balik untanya yaitu al-Jud Ibn Qais, bukan karena kemunafikan tetapi sangat penakut.
            Penggunaan kata fauq/ di atas padahal dalam berjabat tangan kedua belah pihak sejajar tangan mereka, penggunaan kata itu untuk mengisyaratkan bahwa tangan Tuhanyang dimaksud bukanlah tangan yang serupa dengan tangan makhluk. Menurut Ibn ‘Asyur boleh jadi juga kata di atas  itu karena ketika terjadi pembai’atan tangan Rasulullah saw diletakkan di atas tangan yang berbai’at jadi bukan dalam bentuk berjabat tangan sebagaimana yang lumrah kita kenal. Menurut riwayat – tulis ulama ini- Sayyidina Umar ra meletakkan tangan Rasul saw di atas tangan pembai’at, agar rasul saw tidak terlalu letih menggerakkan tangan beliau untuk berjabat tangan, cukup dengan meletakkan tangan di atas tangan kaum muslimin yang ketika itu berjumlah tidak kurang dari 1300 orang.
            Ayat di atas menyatakan bahwa bai’at kepada Nabi Muhammad saw adalah sama dengan bai’at kepada Allah. Dengan demikian ketaatan siapapun yang tertuju kepada Rasul saw. Pada hakikatnya tertuju kepada Allah swt. Ini sejalan dengan sekian banyak ayat al-Qur’an misalnya QS an-Nisa’ [4]:80:
“Siapa yang takut kepada Rasul, maka dia telah taat kepada Allah,” atau firman-Nya:
“ Maka yang (sebenarnya membunuh) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah lah yang melempar”(QS al-Anfal [8]:17). Di tempat lain Allah befirman:
Katakanlah: “jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengapuni dosa-dosa kamu” (QS Ali ‘Imran [3]:31)

·         Tafsir UII surat al-Fath ayat 10
Ayat ini menerangkan pernyataan Allah SWTterhadap bai’at yang dilakukan para sahabat kepada Rasulullah saw. “bahwa orang-orang yang mengadakan bai’at kepada Nabi Muhammad, berarti ia mengadakan bai’at pula kepada Allah. Yang dimaksud dengan bai’ah dalam ayat ini ialah Bai’atur Ridwan yang tejadi di Hudaibiyah yang dilakukan para sahabt di bawah Samurah. Para sahabat waktu itu berjanji kepada Rasulullah saw bahwa mereka tidak akan lari dari medan pertempuran serta akan bertempur sampai titik darah penghabisan memerangi orang-orang musyrik Mekah, seandainya kabar yang disampaikan kepada mereka bahwa Usman bin Affan yang diutus Rasulullah saw itu benar telah mati dibunuh orang musyrik Mekah.

Karena itu, beliau mengutus Usman bin Affan lebih dahulu ke Mekah menemui pembesar-pembesar Quraisy untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau serta kaum muslimin. Maka berangkatlah Usman. Kaum muslimin menunggu-nunggu kembalinya Usman, tetapi tidak juga kembali karena Usman ditahan oleh pembesar-pembesar Quraisy. Mendengar berita itu banyak di antara kaum Muslimin yang telah habis batas kesabarannya sehingga Rasulullah saw menganjurkan agar kaum Muslimin melakukan bai’at kepada beliau. Kaum muslimin pun mengikuti ajaran Nabi Muhammad saw itu dan melakukan bai’at kecuali seorang bernama  Jaddir bin Qais Al Ansari. Isi bai’at itu adalah bahwa mereka akan memerangi kaum musyrikin bersama-sama dengan Rasulullah sampai tercapainya kemenangan. Bai’at para sahabat diridhai Allah SWT sebagai tersebut dalam ayat 18 surat ini. 

48: Ayat 18-19   
“sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu dibawah sebuah pohon. Maka Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu dia menurunkan sakinah atas mereka dan memberi mereka balasan yaitu kemenangan yang dekat serta harta-harta rampasan yang banyak yang dapat mereka ambil. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

            Kelompok ayat-ayat ini berbicara tentang kelompok dari sahabat –sahabat Nabi Muhammad saw yang memperoleh anugerah Allah yang tidak ada taranya. Mereka telah mendapat jaminan dari Dia yang paling berwenang menjamin, bahwa bukan saja surge yang mereka akan peroleh, tetapi lebih dari itu, yakni ridha Allah swt.
            Setelah ayat yang lalu memberi janji dan ancaman , ayat di atas menggambarkan anugerah-Nya kepada sekelompok sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw yang telah membuktikan ketaatan mereka dengan berjanji setia dibawah salah satu pohon di desa Hudaibiyah. Allah berfirman: Sesungguhnya Allah benar-benar telah ridha terhadap orang-orang mukmin yang sungguh  mantap imannya ketika mereka berjanji setia kepadamu dengan suka rela dan penuh kesadaran . janji setia yang mereka berikan di bawah sebuah pohon di Hudaibiyah ketika engkau wahai Nabi dan mereka dihalangi oleh kaum musyrikin Mekah melaksanakan umrah. Maka dengan janji setia itu Dia yakni Allah mengetahui yakni dalam kenyataan – sebagaimana sebelumnya Dia telah mengetahui dalam khazanah ilmu-Nya yang qadim- apa yang ada dalam hati mereka menyangkut kebenaran iman dan keikhlasan mereka berbai’at dan bahwa keberatan hati mereka terhadap teks perjanjian Hudaibiyah tidak lain hanya karena keinginan yang meluap untuk meninggikan kalimat Allah, lalu sebagai imbalan atas sikap mereka itu Dia yakni Allah swt menurunkan sakinah ketenangan atas mereka sehingga mereka tidak pernah gentar menghadapi musuh, tidak juga bersedih hati karena ehilangan atau kekurangan, dan Allah memberi mereka balasan yaitu kemenangan yang dekat waktunya serta member pula harta-harta rampasan yang mereka ambil dan gunakan, bukan sekadar kepemilikan di atas kertas. Dan adalah Allah senantiasa Maha Perkasa tidak terbendung kehendaknya lagi Maha Bijaksana dalam segala ketetapan-Nya.

Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin lelaki dan perempuan, surge yang dibawahnya menggalir sungai-sungai, kekal mereka didalamnya, dan tempat-tempat yang bagus disurga ‘Adz. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.”(Q.S at-Taubah [9]: 72)

            Atas dasar pernyataan ayat di atas tentang keridhaan Allah, maka bai’at tersebut dinamai juga bai’at ar-Ridho dan atas ridha-Nya itu pula sehingga Nabi saw bersabda:  “tidak akan masuk neraka seorang pun yang telah berbai’at di bawah pohon itu” (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi dan lain-lain melalui Jibir Ibn Abdillah).

            Kata syajarah/pohon yang dimaksud adalah pohon tempat Nabi Muhammad saw berteduh di Hudaibiyah . Pohon tersebut menurut sementara ulama adalah pohon pisang. Banyak kaum muslimin yang shalat di tempat itu, tetapi pada masa pemerintahan Umar Ibn Khathib beliau memerintahkan agar pohon tersebut ditebang, khawatir jangan sampai ada orang-orang yang mengkeramatkan tempat itu lalu menduga-duganya dengan dugaan yang mengantar kepada kemusyrikan. Ada juga riwayat yang menyatakan bahwa ditempat itu pernah dibangun masjid oleh Abu Ja’far al-Manshur salah seorang khalifah Dinasti ‘Abbasiyyah, hanya saja seperti tulis Ibn ‘Asyur, di tempat tersebut ada prasasti yang bertuliskan “Amirul Mukminin yang dimuliakan Allah memerintahkan membangun Masjid ini- Masjid al-Bai’at – yang dibangun pada tahun 244 H. “ tahun tersebut adalah masa pemerintahan al-Mutawakkil Ja’far al-Mu’tashim bukan Abu Ja’far al-Manshur. Betapapun bangunan tersebut rubuh lalu dipugat oleh khalifah al-Muntashir pada tahun 629, kemudian dipugat lagi oleh Sultan Makhmud Khan—prnguasa dinasti utsmaniyyah pada tahun 1254 H.

            Ada riwayat yang menyatakan bahwa Said Ibn al-Musayyab menceritakan bahwa ayahnya merupakan salah seorang yang berjanji setia di Hudaibiyah dan pada tahun berikut dari perjanjian itu ketika dia bersama sahabat-sahabat lainnya melakukan Umrah Qadha, mereka tidak lagi mengetahui dimana lokasi pohon itu, dan atas dasar itu dia berkata: kalau sahabat Nabi saja tidak mengetahuinya, maka bagaimana mungkin kalian yang tidak hidup pada masa itu dapat mengetahuinya?

            Jika riwayat Sa’id Ibn al-Musayyab diterima –sebagaimana adanya maka itu brarti lokasi yang dinilai sebagai lokasi pohon it, tidaklah benar tetapi anda dapat juga membenarkan riwayat tadi sambil menyatakan bahwa ketidaktahuan al-Musayyab dan beberapa rekannya tidak menghalangi adanya sahabat Nabi yang lain yang mengingat lokasi tersebut, apalagi ini adalah peristiwa yang sangat besar dan diabadikan al-Qur’an . informasi mereka yang mengetahui itulah yang sampai ke generasi sesudah mereka.

            Penyebutan kata Syajarah / pohon mengisyaratkan perhatian yang ditujukan oleh al-Qur’an terhadap tempat-tempat bersejarah , karena hal itu dapat menggugah hati untuk mengambil pelajaran dari apa yang terjadi di tempat dan waktu itu. Dalam konteks ini jug Allah menguraikan betapa tảbảt yakni satu peti yang dimiliki oleh Bani Isra’il dan merupakan peninggalan Nabi Musa as diakui oleh al-Qur’an sebagai menghasilkan sakinah bagi mereka ketika menafsirkan QS al-Baqarah[2] : 248 yang berbicara tentang hal tersebut, penulis antara lain mengemukakan bahwa: “ ayat ini memberi pelajaran tentang pentingnya memelihara peniggalan Isma apalagi peninggalan yng dapat melahirkan rasa senang dan dorongan berbakti bagi masyarakat, khususnya peninggalan para nabi dan pahlawan. Selanjutnya penulis mengemukakan bahwa bisa jadi ada sementara ulama yang mengabaikan bahkan menyetujui penghancuran peninggalan para nabi karena khawatir jangan sampai masyarakat mengkultrkannya, dan pada gilirannya menjerumuskan mereka ke dalam syirik.  Kekhawatiran tersebut dapat dikurangi dengan member penerangan dan pengertian kepada masyarakat. Ini karena manfaat yang diperleh dari peninggalan lama dapat member pengaruh positif dalam benak dan jiwa seseorang.
            Rujukkah ke uraian ayat 10 surah ini untuk memahami penggunaan bentuk kata kerja mudhiri’ / present tense (masa kini dan datang) pada kata yabau’ unaka
            Ibn ‘Asyur memahami ayat di atas dalam arti “Allah telah rela kepada kaum mukminin disebabkan karena janji setia yang mereka berikan untuk membelamu- wahai Nabi- maka setelah mereka berjanji itu dan siapuntuk berperang, tiba-tiba di luar dugaan terjadilah perdamaian, sehingga hati mereka gundah dan sedih, maka Allah menyampaikan kepada  mereka bahwa   Dia telah mengetahui apa yang terdapat dalam hati mereka serta mengetahui pula kegundahan mereka, lalu Allah menurunkan sakinah dan ketenangan dihati mereka.
Dalam ayat ini “tentara Allah dan turunnya malaikat” tidak disebut kehadirannya , sebagaimana ayat-ayat lain. Hal ini agaknya bukan saja karena pada awal surah ini- (ayat 4 yang lalu) telah ditegaskan kehadirna mereka, tetapi juga karena syarat bagi turunnnya malaikat telah penuhi yaitu kesabaran dan ketakwaan. Jauh sebelum peristiwa Hudaibiyah yang terjadi pada tahun keenam Hijrah, pada perang Uhud yang terjadi pada tahun ketiga Hijrah, pada perang Uhud yang terjadi pada tahun ketiga Hijrah, Allah telah menjanjikan sekaligus menginformasikan syarat kehadiran malaikat yaitu:
“ benar, jika kamu bersabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga niscaya Allah mnolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda” (QS Ali ‘Imran[3] : 125) dalam buku secercah cahaya Ilahi, antara lain penulis kemukakan, bahwa sakinah tidak datang begitu saja, tetapi ada syarat bagi kehadirannya. Kalbu harus disiapkan dengan kesabaran dan ketakwaan. Sakinah “diturunkan” Allah ke dalam kalbu. Tetapi perlu diingat, bahwa ini baru diperoleh setelah melalui beberapa fase. Fase pertama dimulai dari mengosongkan kalbu dan segala sifat tercela, dengan jalan mengakui dosa-dosa yang telah diperbuat. Fase selanjutnya adalah “ memutuskan hubungan “ dengan masa lalu yang kelam melalui cara penyesalan dan pengawasan yang ketat terhadap diri menyngkut hal-hal mendatang.udian fase berikutnya melalui mujahadah yakni perjuangan melawan sifat-sifat jiwa yang tercela, dengan mengedepankan sifat-sifat yang terpuji , mengganti yang buruk dengan yang baik seperti kekikiran dengan kedermawaan, kecorobohan, dengan keberanian, egoisme, dengan pengorbanan,sambil memohon bantuan Allah dengan berzikir mengingat-Nya, yang dapat disimpulkan dengan upaya menghiasi diri dengan ketabahan takwa.

Sifat- sifat itulah yang mengantar kepada kesadaran bahwa pilihan Alalh adalah pilihan Allah adalah pilihan yang terbaik, bahkan mengantarnya untuk “tidak menghendaki untuk dirinya kecuali apa yang dikehendaki-Nya, tidak juga mengharapakan sesuatu, kecuali apa yang dikehendaki-Nya, tidak juga mengharapkan sesuatu, kecuali apa yang diharapkan-Nya untuk yang bersangkutan. Saat itu, pasti kecemasan – betapapun hebatnya- akan berubah dengan ketenangan, dan ketakutan – betapapun mencekamnya – akn beralih menjadi ketentraman. Itulah tanda bahwa sakinah telah bersemayam di dalam kalbu.

Firman-Nya  fathan qariban/ kemenangan yang dekat dengan dipahami oleh banyak ulama dalam arti kemenangan menghadapi orang-orang yahudi di Khaibar serta dua bulan setelah Perjanjian Hudaibiyah itu. Ini didasarkan atas riwayat yang menyatakan bahwa ayat-ayat di atas, turun dalam perjalanan Nabi pulang ke Madinah dari Hudaibiyah. Ada juga yang berpendapat bahwa fath/kemenangan yang dimaksud adalah kemenangan- kemenangan yang akan diraih oleh kaum muslimin pada masa-masa setelah Perjanjian Hudaibiyah itu.
·         TAFSIR UII SURAT AL-FATH AYAT 18
Allah SWT dengan ayat ini menyampaikan kepada Rasulullah saw bahwa dia telah meridha bai’at yang telah dilakukan para sahabat kepada Rasulullah saw pada waktu bai’atur ridwan. Para sahabat yang ikut bai’at pada waktu lebih kurang 1400 orang. Menurut riwayat, ada seseorang yang ikut bersaama Rasulullah saw tetapi tidak ikut bai’at yaitu Jaddu ibnu Qais Al Ansari. Dia adalah seorang munafik. \

            Selanjutnya Allah SWT menerangkan bahwa Dia mengetahui isi hati dan kebulatan tekad kaum Muslimin yang melakukan bai’at itu. Karena iut, Allah SWT menanamkan dalam hati mereka ketenangan, kesabaran, dan ketaatan kepada keputusan Rasulullah saw. Allah menjanjikan pula kepada mereka kemenangan pada perang Khaibar, dan peristiwa itu benar-benar terjadi.   

·         TAFSIR UII SURAT AL-FATH AYAT 19
Ayat ini menerang kan bahwa pada perang khaibar yang akan terjadi itu, kaum muslimin akan memperoleh kemenangan atas kaum kafir dan memperoleh harta rampasan yang banyak. Harta rampasan itu khusus diberikan kepada kaum muslimin yang ikut Bai’atu r Ridwan.
            Pada akhir ayat ini, Allah SWT mengulang ancaman-Nya kepada orang-orang munafik arab Badwi yang tidak ikut bersama Rasulullah saw ke Mekah. Allah melaksanakan sesuatu atas Mahluk-Nya sesuai dengan hikmah dan faedahnya.


·          Surat al-Fath Ayat 20-21 Tafsir al-Misbah

Setelah ayat yang lalu menjelaskan janji Allah kepada kaum mukminin, kali ini janji tersebut dikukuhkan, dan langsung mengarahkannya kepada mereka sebagaimana terbaca melalui pengalihan gaya bicara dari persona ketiga (mereka) menjadi persona (kamu). Allah berfirman Allah telah menjanjikan kepada kaum wahai kaum mukminin yang telah terbukti ketulusan kamu pada bai’at di Hudaibiyah, menjanjikan kepada kamu, harta rampasan yang sangat berharga dan banyak yang  nanti dapat kamu ambil dan digunakan secara faktual. Itu akan kamu peroleh dimasa –masa dalam jihad yang kamu lakukan di luar wilayah Jazirah Arab. Namun demkian,  Allah enggan membiarkan kamu menanti yang datang maka karena itu disegerakan-Nya untuk kamu secara khusus- tidak untuk selain kamu- harta rampasan ini yakni harta rampasan perang Khaibar. Dan disamping itu Dia juga menahan tangan manusia yakni mencegah orang-orang yahudi penduduk Khaibar dan sekutu-sekutu mereka dari suku Asad dan Gathfan dari membinasakan kamu walau kamu dalam posisi lemah, setelah sebelum itu dia telah mencegah kaum musyrikin Mekkah membinasakan kamu. Itu dilakukan Allah sebagai salah satu bentuk rahmat-Nya kepada kamu sehingga kamu mensyukuri-Nya dan agar ia yakin hal itu menjadi bukti –bukti yang jelas bagi orang-orang mukmin tentang kebenaran informasi Allah antara lain tentang bakal masuknya kamu ke Masjid al-Haram sesuai mimpi Nabi Muhammad saw dan di samping itu agarDia yang Maha Kuasa itu mengantar kamu kepada jalan lebar yang lurus. Antara lain mengantar kamu meraih kejayaan dan ketinggian kalimat Allah dan disamping janji di atas, Allah telah menjanjikan pula harta rampasan dan kemenangan-kemenangan yang lain atas nengeri-negeri yang kamu yang kamu sadar dan ketahui benar bahw kamu belum dapat menguasai. Allah sungguh telah memblokirnya yakni menguasainya karena telah karena telah dilingkari  oleh agr sehingga tidak dapat di ambil oleh siapapun yang tidak dikehendaki Allah. Dan adalah Allah senantiasa maha kuasa atas segala sesuatu .

Kata maghonima adalah bentuk jamak dari ghana’im yakni harta rampasan orang. Penggunaan bentuk jamak quadrat itu mengisyaratkan besarnya nilai harta rampasan tersebut serta banyaknya kuantitasnya. Ini lebih dipertegas lagi dengan kata katsirah /banyak yang menyifatinya.

Firman-Nya fa’ajjala lakum hadzihi/disegerakan-Nya untuk kamu ini dipahami oleh beberapa ulama dalam arti perdamaian yang terjalin antara kamu dengan kaum musyrikin Makkah serta butir-butir perjanjiannya yang kesemuanya berdampak positif terhadap kum muslimin hanya saja ini dihadang oleh kenyataan tidak adanya harta rampasan yang mereka peroleh dibalik perjanjian itu sedang ayat di atas mengisyaratkan adanya perolehan harta rampasan rujuklah ke ayat dua surah ini untuk memahami kandungan makna agar dia mengantar kamu ke jalan yang lurus.

·         Al-Fath ayat 20 dan 21 TAFSIR UII
Allah menjanjikan kemenangan dan harta rampasan yang banyak yang akan diperoleh kaum Muslimin dari orang-orang kafir secara berangsur-angsur pada masa yang akan datang. Dalam pada itu, Allah SWT akan segera memberikan kemenangan dan harta rampasan pada peraang Khaibar nanti. Allah SWT juga menjamin dan mencegah orang-orang Yahudi yang ada di Madinah mengganggu dan merusak harta kaum muslimin sewaktu mereka pergi ke Mekah dan ke Khaibar agar mereka bersyukur, dan untuk membuktikan kebenaran Nabi Muhammad sebagai Rasul yang diutus Allah kepada manusia. Allah SWT membantu dan menolong kaum muslimin dari ancaman dan serangan musuh-musuh mereka baik mereka ketahui datangnya atau tidak mereka ketahui, walaupun jumlah mereka sedikit. Allah SWT membimbing kaum muslimin menempuh jalan yang lurus dan di Ridhai-Nya.

TERTUNDANYA PELAKSANAAN UMRAH

·         TAFSIR UII SURAT AL-FATH AYAT 11 DAN 12
Allah SWT menjelaskan kepada Rasulullah saw. “hai Muhammad beberapa kabilah arab penduduk padang pasir yang tidak turut pergi ke Mekah untuk mengerjakan umrah mengatakan kepada engkau. “kami tidak ikut bersama engkau ke Mekkah mengerjakan umrah karena kami sedang sibuk mengurus pekerjaan, harta, dan keluarga kami dan kami tidak mempunyai pembantu yang akan membantu kami mengurus semuanya itu sepeninggal kami oergi beserta engkau, karena itu mohinkanlah ampunan untuk kami kepada Tuhan engkau. Dengan alasan kesibukan kami itu.”
·         48 AYAT 11-12 TAFSIR AL-MISBAH

Setelah menguraikan kelompok sahabat Nabi saw yang taat dan memperoleh Ridha Allah ayat di atas berbicara tentang kelompok lain yang enggan ikut dalam rombongan nabi menuju Makkah. Sejarah menjelaskan bahwa sebelum Nabi saw berangkat menuju ke Mekkah untuk ber umrah beliau mengajak kelompok al_Arab yakni masyarakat penduduk gunung Badui- yang ketika itu  telah memeluk Islam untuk berangkat bersama beliau melaksanakan umrah, tetapi mayoritas mereka tidak menyambut baik ajakan itu. Ayat di atas bagaikan menyatakan sebagian besaar orang-orang badui
Yang masih lemah imannya dan yang ditinggalkan oleh Allah dan Rasul-Nya sehingga tidaak ikut ke Hudaibiyah akan berbohong dengan mengatakan padamu wahai Nabi Muhammad kami telah disibukkan oleh upaya memelihara harta yakni ternak dan keluarga yakni anak dan istri kami jika kami ikut harta kami akan hilang dan keluarga kami akan terlantar maka mohonkanlah ampunan untuk kami” menanggapi kebohongan ini Allah berfirman: mereka mengucapkan sesuatu dengan lidah mereka yakni brdalihkn harta dan keluarga serta memohon agar didoakan apa sebenarnya tidak ada di dalam hati serta berbeda dengan yang terlintas di dalam benak mereka. Ucapan mereka itu hanya dalih mengelak dari kecaman. Katakanlah wahai Nabi Muhammad kepada mereka yang berdalih itu bahwa: persoalan pengampunan semata-mata ditangan Allah, maka berusaahalah dengan tulus sambil berserah diri kepada-Nya, mudah-mudahan Dia yang berkenan mengampuni kamu karena siapakah gerangan yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan apapun bagi kamu akibat kesalahan dan dosa kamu itu. Harta dan keluarga kamu dapat binasa walau kamu menjaganya atau siapa pula yang kuasa menghalangi jika Dia menghendaki manfaat apaun bagi kamu walau kamu tidak terlibat langsung dalam memelihara harta dan keluarga kamu. Siapakah gerangan? Pasti tidak satupun. Ssebenarnya Allah senantiasa trhadap apa yang sedang dan akan kamu kerjakan Maha Mengetahuinya secara rinci. Sebenarnya ketidakikutan kamu ke Hudaibiyah itu bukan karena dalih yang kamu sampaikan tetapi kamu menyangka bahwa Rasul dan orang-orang mukmin sejati berkali-kali tidak akan kembali kepada keluarga merka untuk selama-lamanya karna kamu menyangka bahwa akan terjadi perang dna kaum musyrikin akan membunuh mereka, dan telah dihiaskan oleh setan prasangka buruk dan keliru di dalam hati kamu sehingga kamu memandang benar, dan di samping itu kamu juga dengan sangkaan itu serta sangkaan-sangkaan yang lain telah menyangka dengan sangkaan buruk dan itu semua disebabkan karena kamu adalah kaum yang binasa yakni bejat hatinya, rugi, serta tidak menyandak kebijakan.
 kata al-Mukholafun termbil dari kata Khalf yang berarti belakang sesuatu yang ditinggalkan, posisinya yang di belakang meninggalkannya ayat di atas menunjuk kelompok yang engga bergabung dengan Nabi itu dengan kata al-Mukhalafunyakni yang ditinggalkan. Ini mengisyaratkan bahwa hakikatnya bukan mereka yang meninggalkan Nabi saw, tetapi merekalah yang ditinggalkan Allah dan Rasul-Nya. Mereka adalah kelompok yang tidak wajar ikut, karena semangat mereka yang demikian lemah, sehingga kalau mereka ikut, akan dapat mempengaruhi sementara yang telah tersedia dan tulus ikut.
Penyebutan kata min al-arab untuk mengecualikan sementara sahabat Nabi saw yang juga tidak ikut tetapi bukan dari kelompok al-Arab bukan juga yang tidak memiliki alasan yang tepat sehingga tidak ikut. Permintaan para Badui itu agar Nabi saw memohonkan pengampunan Allah buat mereka sebenarnya bukan orang-orang munafik. Mereka telah beriman, walau masih lemah. Mereka menduga bahwa pemohonan yang dipanjatkan Nabi buat mereka dapat menghapus apa yang mereka rahasiakan. Mereka – sebagaimana halnya orang –orang yang tidak paham- lengah akan pengetahuan Allah yang menyuruh antara lain tentang isi hati mereka. Para Badui itu- masih menurut ulama di atas- serupa dengan sikap orang-orang Yahudi yang membunuh Zakariyya as karena mereka takut jangan sampai beliau mendoakan kebinasaan buat para pembunuh anak Nabi Zakariyya yakni Nabi Yahya as; dan mereka itu ayat di atas di tutup dengan firman-Nya : sebenarnya Allah terhadap apa yang kamu kerjakan senantiasa Maha Mengetahui.
Kata buraa terambil dari kata baur yang biasa diterjemahkan kebinasaan. Kata ini pada mulanya digunakan untuk melukiskan tanah yang gersang yang tidak dapat ditumbuhi tumbuhan. Para pendurhaka itu dilukiskan dihati mereka sebagai tanah yang gersang, sehingga tidak dapat ditumbuhi oleh benih keimanan dan budi pekerti luhur sehingga menjadikan mereka manusia-manusia bejat, celaka dan binasa. Tentu saja yang dimaksud disini adalah kelompok mereka, dan itu tidak harus berarti setiap orang diantara kelompok/ kaum itu menyandang sifat tersebut, karena sejarah membuktikan bahwa sebagian dari mereka pada akhirnya melaksanakan ajaran Islam dengan baik. Penggunaan kata Qaum  pada ayat di atas, disamping menekankan kemantapan sikap buruk dan kebejatan itu, juga untuk mengisyaratkan bahwa kesimpuloan tesebut setuju kepada mereka sebagai satu kesatuan kelompok kaumk bukan terhadap orang –perorangan dari semua mereka.
Al-Qur’an al-Karim bermaksud dengan mengungkap isi hai mereka itu, bukan saja untuk menginformasikan kebejatan mereka kepada Nabi dan sahabat-sahabat agar berhati-hati menghadapi kaum munafik itu,  tetapi juga bertujuan mendidik dan menyadarkan kaum lemah iman itu agar mengetahui kelemahan mereka dan berusaha memperbaiki diri dengan memperhatkan tuntunan-tuntunan al-Qur’an ayat di atas mengisyaratkan bahwa panggilan jihad untuk membela kebenaran dan keadilan adalah sesuatu yang sewajarnya dipenuhi. Tidaklah wajar menjadikan pemeliharaan keluarga dan harta benda sebagai dalih untuk tidak ikut. Di sisi lain, ayat di atas bukan berarti bahwa seseorang tidak perlu mengambil langkah-langkah untuk memelihara keluarga dan harta bendanya, dengan alasan bahwa segalanya di tangan Allah. Tidak! “ikatlah terlebih dahulu untamu, baru berserah diri kepada Allah.” Demikian sabda Nabi saw. Kecaman ayat ini disebabkan karena mestinya mengambil langkah-langkah tersebut lalu berserah diri kepada Allah dan berangkat bersama Rasul saw menuju ke Hudaibiyah tetapi kenyataannya mereka berserah diri dan tidak juga berangkat!
·         TAFSIR UII SURAT AL-FATH AYAT 15
Orang-orang arab Badwi yang tidak iktu mengerjakan umrah ke Mekah bersama Rasulullah saw itu, mengemukakan bermacam-macam uzur dan alasan, mereka berkata kepada Nabi Muhammad di waktu beliau akan pergi e Khaibar “hai Muhammad berilah kesemspatan kepada kami mengikuti kamu ke Khaibar”. Kesediaan mereka ke Khaibar itu ialah karena mereka yakin bahwa perang Khaibar itu akan dimenangkan oleh kaum muslimin dan kaum muslimin akan memperoleh harta rampasan yang banyak dalam peperangan itu.

48 AYAT 15 TAFSIR AL-MISBAH
Pada bulan Dzulhijah tahun VI Hijrah Nabi saw. Kembali ke Madinah dari Hudaibiyah selanjutnya pada bulan Muharram sekitar sebulan sesudahnya. Beliau bersama rombaongannya itu menuju ke Khaibar, perkampungan Yahudi yang membangkang ketika itu orang-orang Badui yang enggan ikut ke Hudaibiyah ingin bergabung menuju ke Khaibar tetapi Allah enggan mereka ikut apalagi sebelum ini Allah telah menjanjikan kepada para peserta yang pergi ke Hudaibiyah bahwa mereka akan dianugerahi Allah kemenangan dan harta rampasan. Ayat di atas menyatakan: orang-orang Badui yang ditinggalkan itu akan berkata apabila nanti kamu wahai para peserta yang sebelum ini terlibat dalam perjalanan ke Hudaibiyah berangkat untuk mengambil barang rampasan prang di Khaibar: “biarkanlah kami dalam keadaan apapun, mengikuti kamu dalam pasukan yang akan berangkat.” Mereka dengan permohonannya itu bagaikan hendak mengubah janji Allah yang telah disampaikan-Nya kepada kamu bahwa harta rampasan perang di Khaibar hanya akan diperoleh rombongan yang ikut ke Hudaibiyah, sekali-sekali tidak boleh mengikuti kami walau kamu bersungguh-sungguh akan ikut, demikian Allah telah berfirman menetapkan ketidakbolehan itu sebelumnya yakni sejak sekian lama yang sebelum ucapan kamu ini. Mendengar keputusan itu mereka akan mengatakan: “ itu bukanlah keputusan Allah, tetapi kehendak kamu. Sebenarnya keputusan itu karena kamu iri hati kepada kami bila kami memperoleh pula harta rampasan perang apalagi kamu ingin memonopolinya.” Sebenarnya mereka tidak paham soal-soal agama atau latar belakang keputusan itu kecuali sedikit pemahaman saja.
Latar belakang larangan itu, bukanlah iri hati , bukan juga untuk menghalangi mereka memperoleh harta rampasan, tetapi itu adalah pengajaran buat semua pihak bahwa Allah tidak butuh atau mengharapkan bantuan kepada siapapun, lebih-lebih dari yang durhaka kepada-Nya. Allah enggan memberi kehormatan ikut berjihad ke Khaibar , agar timbul penyesalan dihati mereka, sehingga bila nanti ada ajakan lain, mereka telah merasakan pahitnya keengganan menyambut panggilan Allah dan Rasul-Nya.    

·         TAFSIR UII SURAT AL-FATH AYAT 16
Ayat ini seakan-akan menguji isi hati dan kemauan orang-orang munafik arab Badwi itu, dengan memerintahkan Rasulullah saw ,menyampaikan kepada mereka, “kamu akan diajak memerangi orang-orang yang kuasa agi kuat, dan kamu harus menyuruh mereka memilih Allah satu dari dua hal,” ,memeluk agama islam atau diperangi.” Kemudian kepada mereka dijanjikan : jika mereka ikut berjihad, Allah akan melimpahkan nikmat-Nya  kepada mereka baik di dunia maupun di akhirat berupa surge yang penuh dengan kenikmatan. Sebaliknya jika merekka menyalahi perintah Allah, tidak mau berjihad dan melaksanakan perintah itu, mereka akan menerima azab yang pedih di akhirat nanti.
·         48 AYAT 16 TAFSIR AL MISBAH

Keputusan Allah tentang ketidakikutsertaan kaum Badui yang ditinggalkan itu, bukanlah keputusan yang berlaku sepanjang masa. Tidak, suatu ketika mereka akan diajak. Ayat di atas menyatakan: katakanlah wahai Nabi Muhammad kepada orang-orang Badui yang ditinggalkan itu: “suatu waktu kamu akan diajak bepergian menuju ke satu kaum yang mempunyai kekuatan yang besa serta kemampuan tipu daya yang ulung. Keika itu kamu akan memerangi mereka berdasar komando pemimpin kamu atau mengajak mereka menyerah dan memeluk agama Islam. Maka jika kamu patuh memenuhi ajakan itu niscaya Allah akan menganugerahi kamu ganjaran yang baik di dunia berupa kemuliaan atau harta rampasan serta di akhirat berupa surge dan jika kamu berpaling menolak ajakan itu tanpa alasan yang benar sebagaimana kamu telah berpaling menolak ajakan itu tanpa alasan yang benar sebagaimana kamu telah berpaling sebelumnya yakni ketika Nabi saw mengajak kamu ke Hudaibiyah, niscaya Dia yang maha Kuasa itu akan menyiksa kamu dengan siksa yang pedih.”
            Firman-Nya satud’auna/ kamu akan diajak dipahami oleh sementara ulama bahwa yang mengajak adalah Sayyidina Abu Bakar yakni menuju Bani Hanafiah yang murtad. Ada juga yang berpendapat bahwa yang mengajak adalah Nabi saw menujang  perkampungan Hauzan dan Tsaqif yakni perang Hunain yang terjadi sesudah Khaibar. Ada lagi yang  berpendapat bahwa yang dimaksud adalah Fath Makkah. Yang dapat dipastikan adalah bahwa kaum yang dimaksud pastilah bukan dari kelompok Ahl-Kitab, karena pilihan yang diberikan ayat di atas adalah memeluk Islam atau membayar jizyah , yang berfungsi sebagai pajak
SYARAT-SYARAT PERJANJIAN HUDAIBIYAH
·         TAFSIR UII SURAT AL-MUMTAHANAH AYAT 10
Ayat ini menerangkan perintah Allah kepada Rasullullah saw dan orang-orang yang beiman tentang sikap yang harus diambil , jika seseorang wanita beriman datang menghadap atau minta perlindungan yang berasal dari daerah kafi, Allah mengatakan : “hai orang-orang yang beriman, apabila datang kepadamu seorang wanita beriman yang berasal dari daerah kafir, sekalipun mereka telah mengucapkan dua kalimat syahadat dan tidak tampak padanya tanda-tanda keingkaran dan kemunafikan, maka periksalah dan ujilah keadaan mereka, apakah benar-benar telah beriman, atau melarikan diri dari suaminya atau mereka datang karena cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Periksaalah benar-benar mereka itu.  
·          TAFSIR AL-MISBAH SURAT 60  AYAT 10
Ayat-ayat terakhir pada kelompok yang lalu berbicara tentang keluarga kaum muslimin yang masih berada di Mekkah dan masih musyrik. Kaum muslimin dituntun agar tidak menjalin hubungan mesra dengan mereka yang memushi Allah dan Rasul-Nya—walaupun keluarga sendiri. Pada akhir kelompok yang lalu itu Allah berbicara tentang kaum musyrik dan nonmuslim yang tidak memusuhi agama atau tidak mengusir dari tumpah darah. Sebagian anggota masyarakat yang bermukim di Mekkah ketika itu adalah istri sebagian dari sahabat nabi saw yang telah lebih dahulu berhijrah. Mereka tidak ikut berhijrah boleh jadi karena enggan memeluk agama islam – sebagaimana suami mereka yang berhijrah—atau memang belum mendapat peluang untuk berhijrah. Nah, ayat-ayat di atas berbicara tentang mereka.
            Ayat di atas menjelaskan bahwa : Hai orang-orang yang beriman, apabila datang untuk bergabung kepada kami perempuan-perempuan mukminah yakni yang mengucapkan dua kalimat syahadat dan dalam keadaan sebagai wanita yang berhijrah meninggalkan Makkah maka hijrah mereka menyangkut keimanan mereka. Selanjutnya karena para suami itu telah pernah membayar mahar ketika perkawinannya dengan istri yang berhijrah itu dan demi keadilan, ayat di atas melanjukan bahwa dan berikanlah kepada suami-suami mereka apa mahar yakni yang telah mereka bayar agar mereka tidak mengalami kerugian berganda istri dan mahar,
Selanjutnya karna wanita mukminah itu boleh ajdi memerlukan pelindung atau masih ingin berumah tangga dan ada juga yang meminatinya, maka ayat di atas melanjutkan bahwa: dan tiada dosa atas kamu wahai pria-pria muslim mengawini mereka—sesuai dengan syarat yang berlaku antara lain kehadiran saksi, wali dan telah selesainya ‘iddah mereka. Ini apabila kamu bayar kepada mereka mahar-mahar mereka sesuai dengan jumlah yang kamu sepakati masing-masing.
            Setelah menetapkan putusnya hubungan perkawinan istri muslimah terhadap suaminya yang kafir, ayat di atas melanjutkan tentang kewajiban suami-suami mereka yang masih Musyrikah bukan yang ahli kitab. Allah berfirman: janganlah kamu wahai pria-pria muslim tetap berpegang pada tali perkawinan dengan perempuan-perempuan kafir yakni musyrikah.
            Disini menurutnya ditemukan ada dua macam kemungkinan untuk kembalinya seorang wanita muslimah kepada suaminya yang kafir. Pertama, memenuhi permintaan orang kafir, yaitu dia ke tempat suaminya yang berada di Mekkah yakni, yang ketika itu masih merupakan wilayah. Kedua, adalah bergabung dengan suaminya di wilayah Islam dalam arti sang suami yang mengikut istri dan diizinkan tinggal bersama.   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Tata Bahasa Kasus (Case Grammar)

Perbedaan Bahasa antara Jawa Indonesia dan Jawa Suriname”

MATERI DAN TUGAS BAHASA INGGRIS kelas 7 (Parts of Lyrics)